Ekonom Sebut Penyaluran Kredit Bank Himbara Telah Sesuai Prinsip Kehati-hatian
Melalui analis kredit, bank atau lembaga pembiayaan akan dapat menentukan besaran kredit yang diberikan debitur.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyaluran kredit Himpunan Bank Milik Negara (BUMN) dinilai sudah dilakukan dengan prosedur ketat sesuai prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang tinggi.
“Penyaluran kredit bank Himbara tidak semudah yang dibayangkan oleh sebagian masyarakat. Selain wajib menerapkan prinsip prudential banking, mereka juga punya hirarki pengambilan keputusan kredit yang cukup panjang,” kata Ekonom Senior Ryan Kiryanto dalam Inabanks - Focus Group Discussion (FGD) 2023: “Penerapan Prinsip Prudential Banking dalam Penyaluaran Kredit Bank BUMN”, yang berlangsung secara daring, Senin (27/2/2023).
Ryan yang juga Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) juga mengungkapkan, seperti halnya bank swasta dan lembaga multifinance lain, bank plat merah juga menerapkan prinsip 5C (character, capacity, capital, condition, dan collateral) dalam melakukan analisa kelayakan kredit.
Hasil analisa dengan prinsip 5C ini kemudian digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan kelayakan pemberian kredit.
Baca juga: OJK: Penyaluran Kredit Perbankan pada Januari 2023 Tumbuh 10,53 Persen Jadi Rp6.310 Triliun
“Semua kredit yang disalurkan bank Himbara sudah sesuai dengan prosedur yang pruden untuk kegiatan korporasim bisnis maupu konsumer. Karenanya, tidak heran, kreedit bank Himbara selama ini telah mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, melalui analis kredit yang profesional, bank atau lembaga pembiayaan akan dapat menentukan besaran kredit yang diberikan sesuai dengan kebutuhan obyektif dari calon debitur.
Hal ini akan menjamin fasilitas kredit yang diberikan akan tetap lancar sampai dengan jatuh tempo kreditnya.
Dia merinci, bahwa dalam Credit Approval Authority (CAA) berdasarkan Prinsip Analytical Hierarchy Process (AHP) ada beberapa layer pengambilan keputusan pemberian kredit, yaituKomite Kredit, yang terdiri dari beberapa Anggota Direksi dan Kepala Divisi Kredit, Direktur Kredit, Kepada Divisi, Kepala Wilayah, dan Kepala Cabang (Sentra Kredit).
Dalam hirarki pengambilan keputusan kredit, lanjutnya, harus memenuhi empat prinsip mata (4-Eyes Principles). Karenanya di setiap hirarki keputusan kredit dilibatkan direksi atau pimpinan Satker yang membidangi Manajemen Risiko.
“Hal ini wujud pelaksanaan prinsip kehati-hatian, keindependensian dan obyektivitas pengambil keputusan kredit, yang dimaksudkan juga sebagai strategi mengamankan atau menyelamatkan kredit supaya tetap berada dalam kondisi lancer,” jelasnya.
“Dengan catatan terdapat kebijakan internal bank dimana keputusan kredit sampai ke Dewan Komisaris, meskipun sifatnya melaporkan, karena nilai kreditnya yang besar. Di sini Dewan Komisaris bisa memberikan catatan atas keputusan kredit yang diambil oleh Direksi,” sambungnya.
Dalam menjaga prinsip kehati-hatian, lanjut Ryan, pertama, pihak bank harus melakukan analisa karakter calon debitur. Dalam hal ini pihak bank wajib memastikan pemenuhan kewajiban oleh debitur lancar sampai jatuh tempo jangka waktu kredit atau pembiayaan.
“Untuk itu, analisa karater (watak) dan rekam jejak (track record) calon debitur menjadi penting untuk dilakukan dengan seksama,” tegasnya.
Kedua, lanjut Ryan, pihak bank wajib melakukan Analisa Kapasitas atau Kapabilitas atas kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya, sehingga mampu memenuhi kewajibannya kepada lembaga kreditur (First Way Out) menjadi salah satu pertimbangan utama sebelum kredit atau pembiyaan diberikan.
Ketiga, pihak bank harus melakukan analisa kondisi.
Baca juga: BRI Targetkan Pertumbuhan Kredit 2023 Capai Dua Digit
Ryan menyebut, dinamika lingkungan bisnis yang secara langsung atau tidak langsung berpotensi mempengaruhi prospek usaha dan kinerja usaha calon debitur, sehingga berdampak pada kemampuan calon debitur dalam memenuhi kewajibannya kepada kreditur harus dianalisa secara komprehensif dan seksama.
Keempat, pihak bank harus melakukan analisa capital yakni Kecukupan kapital atau permodalan calon debitur sebagai modal dasar perusahaan calon debitur untuk dikelola dengan baik, tumbuh berkembang dan menguntungkan secara berkelanjutan. Kelima, analisa kecukupan nilai jaminan.
Dalam analisa ini, pihak bank melakukan analisa terhadap, kegiatan usaha perbankan atau lembaga pembiayaan senantiasa dilingkupi dengan berbagai risiko, termasuk dalam pemberian kredit.
“Lazimnya bank atau lembaga pembiayaan menetapkan Cash Equivalent Value (CEV) senilai 70 persen dari nilai agunan atau jaminan, untuk memastikan second way out-nya mampu meng-cover nilai kredit yang diberikan jika kreditnya bermasalah atau macet,” tuturnya.