Pergeseran Transportasi Berbasis BBM ke Listrik Turut Geser Banyak Hal, Dirut PLN Jabarkan Detailnya
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjabarkan bagaimana pergeseran transportasi berbasis BBM menjadi listrik juga berarti pergeseran
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjabarkan bagaimana pergeseran transportasi berbasis BBM menjadi listrik juga berarti pergeseran berbagai hal.
Darmawan menyampaikannya dalam konferensi pers Dukungan Pengembangan Ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai di kantor PLN, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2023).
Darmawan berujar, pada 2020 emisi gas rumah kaca sebesar 280 juta metrik ton co2 per tahun. Angka tersebut dapat meningkat menjadi 860 juta ton emisi co2 per tahun pada 2060 bila strategi bisnisnya tidak diubah.
Baca juga: Perusahaan Penerima Subsidi Kendaraan Listrik Bisa Bertambah, Asal Penuhi Syarat TKDN
"Untuk itu, pemerintah dalam hal ini merencakanan agar ada suatu strategi untuk mengurangi gas emisi rumah kaca dari sektor transportasi. Maka ada pergeseran dari sektor transportasi berbasis BBM menjadi berbasis listrik," ujarnya.
Ia menyebut konsumsi minyak Indonesia saat ini 1,5 juta barel per hari. Lalu, produksi minyak hanya 650 ribu barel per hari. Maka, BBM ini adalah energi yang berbasis pada impor.
Ke depannya, Darmawan melihat konsumsi akan meningkat, namun di sisi lain produksi minyak kecenderungannya adalah stagnan atau bahkan sedikit menurun.
"Pergeseran transportasi berbasis BBM ke listrik dapat mengubah energi dari berbasis impor, berubah menjadi energi berbasis kekuatan domestik," katanya.
Lalu, ia menyebut pergeseran transportasi menjadi berbasis listrik ini juga berarti menjadi pergeseran dari energi mahal ke energi yang lebih murah.
"Kalau kita lihat per liter bensin itu di atas Rp 10 ribu. Sedangkan per energi equivalent, listrik untuk per liter bensin itu hanya sekitar 1,5 kwh. 1 kwh kalau harga keekonomian itu sekitar Rp 1.500. Jadi, 1 liter listrik hanya sekitar Rp 2.500 saja," ujar Darmawan.
Kemudian, ia mengatakan pergeseran sektor transportasi dari BBM ke listrik juga bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.
Baca juga: Luhut: Insentif Kendaraan Listrik Berlaku Mulai 20 Maret 2023
"Satu liter bensin itu emisinya sekitar 2,4 kilogram co2. Satu liter solar emisi gas rumah kaca 2,6 kg co2. Ini setara 1,5 kwh listrik," kata Darmawan.
"1 kwh listrik kalau dari batu bara itu 1 kilogram per kwh. Jadi, kalau 1,5 kwh artinya hanya 1,5 kilogram co2 per satu liter listrik ekuivalen. Artinya, sudah pengurangan sebesar 40 persen kalau listriknya dari batu bara," ujarnya melanjutkan.
Sedangkan, Darmawan berujar saat ini listriknya PLN sudah bercampur dengan gas energi terbarukan.
"Maka, saya simpulkan, ini pergeseran energi impor ke domestik, ini pergeseran energi mahal menjadi murah, dan ini pergeseran energi kotor menjadi energi bersih," katanya.