Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

IKAPPI Pertanyakan Keseriusan pemerintah Berantas Penyelundupan Baju Bekas, Kenapa Baru Sekarang?

IKAPPI mengingatkan, praktik penjualan pakaian bekas sudah bertahun-tahun terjadi dan meluas di berbagai daerah.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
zoom-in IKAPPI Pertanyakan Keseriusan pemerintah Berantas Penyelundupan Baju Bekas, Kenapa Baru Sekarang?
Warta Kota/YULIANTO
Puluhan pedagang menjajakan pakaian bekas di satu sudut Kampung Bali, Tanahabang, Jakarta Pusat, Selasa (7/6/2022). Di salah satu bursa pakaian bekas terbesar di Jakarta ini tersedia beragam jenis pakaian bekas, baik untuk bayi, anak-anak, dewasa hingga orang tua. Harga baju yang ditawarkan antara Rp 5 ribu/potong hingga Rp 50 ribu/potong. Seperti celana harganya dari Rp 5 ribu/potong hingga Rp20 ribu/potong, kemeja batik dari Rp 15 ribu/potong hingga Rp20 ribu/potong, jaket dari Rp 15 ribu/potong hingga Rp 20 ribu/potong. Warta Kota/YULIANTO 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Wilayah Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPW IKAPPI) DKI Jakarta mempertanyakan mengenai keputusan pemerintah baru gencar melarang praktik impor pakaian bekas dan penjualan pakaian impor belakangan ini.

Padahal, praktik penjualan pakaian bekas sudah bertahun-tahun terjadi dan meluas di berbagai daerah.




"Kenapa baru gencar sekarang? Sampai harus membawa pihak kepolisian untuk melakukan sidak dengan narasi 'penggerebekan'," kata Ketua DPW IKAPPI DKI Jakarta Miftahudin dalam keteranganya, dikutip Rabu (22/3/2023).

Menurut dia, penjualan pakaian bekas ini telah berlangsung lama. Hal itu membuatnya geram dan mempertanyakan fungsi pengawasan oleh instansi terkait.

"Jika ini dianggap ilegal, di dalam area pasar jaya di Jakarta sudah berlangsung lama. Di mana fungsi pengawasan Disperindag DKI? Fungsi PD Pasar Jaya? Lalu, fungsi pengawasan instansi lainnya?" Ujar Miftahudin.

Ia paham bahwa pelarangan ini dilakukan berdasarkan kekhawatiran atas isu kesehatan dan kebersihan lingkungan.

BERITA TERKAIT

Namun, kata Miftahudin, pelarangan ini telah menyebabkan banyak pedagang menjadi korban. Banyak yang terkena imbasnya.

"Kami dari IKAPPI tetap membela teman-teman pedagang yang terkena imbas persoalan ini karena tidak sedikit pedagang yang menggantungkan hidupnya di bisnis jual beli pakaian bekas ini," ujarnya.

Baca juga: MenKop Teten: Jangan Jadikan Pedagang Kecil Tameng untuk Tutupi Penyelundupan Pakaian Bekas

Ia menyebut tindakan yang dilakukan pemerintah, salah satunya oleh Kementerian Perdagangan, harus dibarengi dengan solusi konkret bagi pedagang yang terimbas pada regulasi tersebut.

"Kami bersuara karena banyak dari teman-teman pedagang yang merasa dijadikan korban dalam situasi ini. Pemerintah perlu melihat para pedagang ini sebagai kawan. Diayomi," kata Miftahudin.

"Setelah kejadian ini, diasistensi dan dibina agar tidak serta merta hanya sebatas mendindak dan membunuh rezeki masyarakat kecil. Khususnya para pedagang pakaian bekas," ujarnya melanjutkan.

Baca juga: Hotline Sudah Dibuka, Pelaku Usaha yang Terdampak Larangan Impor Pakaian Bekas Silakan Lapor

Miftahudin menyayangkan pelarangan impor pakaian bekas ini dilakukan menjelang bulan Ramadan, di mana banyak dari mereka yang memanfaatkannya untuk meraup keuntungan.

"Kemudian satu hal yang sangat kami sayangkan adalah, musibah ini terjadi menjelang Ramadhan. Ini kan panennya pedagang. Mereka berupaya menyetok banyak barang dengan berharap laris manis di bulan ini," katanya.

Ia pun berharap ada solusi terbaik bagi para pedagang pakaian impor bekas ini. Pasalnya, mereka sudah cukup lama mencari nafkah dari situ.

Baca juga: Bisnis Pakaian Bekas Bisa Bunuh UMKM

"Kejadian ini kami rasa kurang elok. Maka dari itu, kami berharap evaluasi dan adanya solusi terbaik bagi pemerintah dan para pedagang pakaian bekas yang keberlangsungan hidup dan sumber nafkahnya dari situ," ujar Miftahudin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas