Ekonom: China Bisa Jadi 'Safe Haven' di Tengah Krisis Industri Perbankan
Terjadi peningkatan penjualan mobil dan stabilisasi penjualan properti di China dalam beberapa waktu ke belakang.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Ekonom di perusahaan layanan keuangan Amerika Serikat Citigroup mengatakan China dapat dianggap sebagai 'safe haven' di tengah gejolak yang terjadi baru-baru ini di sektor perbankan AS dan Eropa.
Safe haven sendiri dapat diartikan sebagai tempat pelarian atau perlindungan saat keadaan tidak aman.
“Momentum aktivitas dapat meningkat lebih jauh dari sini, dengan peningkatan penjualan mobil dan stabilisasi penjualan properti,” tulis para ekonom Citi dalam sebuah laporan, yang dikutip dari CNBC.
Para ekonom menyoroti, China bisa menjadi "safe haven" di antara rekan-rekan globalnya, sementara ekonomi di AS dan Eropa menghadapi risiko gangguan keuangan yang meningkat.
Baca juga: Celios: Silicon Valley Bank di Amerika Bangkrut, Startup Bakal Kekurangan Modal
“Kami telah lama membahas pandangan kami bahwa China dapat menjadi lindung nilai pertumbuhan utama tahun ini – jika ada, tekanan perbankan global baru-baru ini mungkin telah memperkuat tesis ini,” kata tim ekonom, yang dipimpin oleh Kepala ekonom Citi China, Xiangrong Yu.
Saham bank di AS terus mengalami perdagangan yang bergejolak pada minggu ini, di samping komentar terbaru dari Menteri Keuangan Janet Yellen yang mengatakan para pejabat siap untuk mengambil “tindakan tambahan jika diperlukan” untuk menstabilkan bank.
Kondisi itu terjadi setelah keruntuhan tiga bank regional di Amerika Serikat, serta perombakan di sektor perbankan Swiss setelah UBS mengambil alih Credit Suisse.
Lantas apa yang menjadi alasan para ekonom menganggap China dapat menjadi "safe haven" di tengah krisis perbankan?
Dukungan Kebijakan
“China setidaknya bisa menjadi ‘safe haven’ mengingat premi pertumbuhan, kesehatan keuangan, disiplin kebijakan dan siklus ekonomi politik baru,” ujar para ekonom Citi.
Para ekonom mengatakan, tindakan terbaru seperti keputusan People’s Bank of China (PBOC) untuk memangkas rasio cadangan wajib atau reserve requirement ratio (RRR) menunjukkan “kepastian dukungan kebijakan di tengah gejolak global.”
PBOC memangkas RRR untuk semua bank, kecuali yang telah menerapkan rasio cadangan 5 persen, sebesar 25 basis poin, yang efektif berlaku pada 27 Maret. Langkah itu dilakukan untuk memulihkan ekonomi China dan membantu menjaga likuiditas negara tersebut.
Sejak pandemi dimulai, China telah mempertahankan kebijakan moneter yang relatif longgar tanpa mengumumkan paket stimulus besar, seperti pemberian uang tunai dalam jumlah besar kepada konsumen.
“Mungkin mengambil pelajaran dari apa yang telah dialami AS dalam beberapa tahun terakhir, PBoC telah berhati-hati dalam melakukan pelonggaran bahkan selama era pandemi dan dapat dengan cepat beralih ke mode tunggu dan lihat setelah pertumbuhan kembali ke jalurnya,” imbuh para ekonom di Citi.
Para ekonom juga mencatat, restrukturisasi pemerintah China pada awal bulan ini adalah contoh upayanya untuk mengurangi risiko keuangan.
“Tahun ini, Beijing bertekad untuk menjaga risiko utang pemerintah daerah, yang kami yakini memiliki alat yang memadai,” tulis para ekonom.
Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok diproyeksikan menunjukkan pertumbuhan yang relatif luar biasa pada tahun ini, kata para ekonom, sehingga mereka juga melihat sisi positif dari mata uang negara itu.
Ekonom Citi memperkirakan yuan China dapat menguat ke 6,6 terhadap dolar AS segera setelah September. Itu akan membawa mata uang China menuju ke level terkuat sejak April tahun lalu.
“Dengan munculnya kenaikan suku bunga agresif yang tidak disengaja dan tidak diinginkan di luar negeri, aliran masuk modal ke China dapat berlanjut setelah pembukaan kembali perdagangan jika tesis pemulihan berjalan dan pemeringkatan ulang politik terus berlangsung,” ungkap para ekonom.
“Kami masih yakin arus masuk modal ke China belum berakhir dan memperkirakan USDCNY akan bergerak ke 6,6 dalam 6-12 bulan,” tambah mereka.
Baca juga: Layanan Perpesanan China WeChat Integrasikan Yuan Digital ke dalam Platform Pembayarannya
Pandangan itu lebih lanjut didukung oleh penurunan greenback, setelah Ketua Federal Reserve AS (The Fed) Jerome Powell pada Rabu (22/3/2023), mengisyaratkan kenaikan suku bunga hampir berakhir, membuat indeks dolar AS jatuh lebih lanjut ke level terendah 101,915 pada Kamis (23/3/2023).
Lingkungan peraturan yang Lebih Positif
Lanskap di China sangat berbeda dari apa yang terjadi di AS dan negara lain sebagai akibat dari kenaikan suku bunga yang cepat, kata Chief Financial Officer dari manajer aset Hywin, Lawrence Lok.
Mengenai perkembangan peraturan, dia mengatakan perusahaannya melihat upaya yang jelas dari Beijing untuk meningkatkan kemampuan lembaga keuangan asing untuk berpartisipasi di pasar lokal.
“Net-net, lingkungan peraturan adalah hal yang sangat positif untuk sektor keuangan di China saat ini,” lanjut Lok.
“Mungkin tidak begitu ramah untuk beberapa sektor seperti teknologi tinggi, tapi menurut saya (untuk) sektor keuangan kami cukup positif,” ujarnya.
Hywin memiliki lebih dari 36.700 klien aktif pada akhir Desember tahun lalu, dengan lebih dari 1 miliar dolar AS aset yang dikelola.