Rupiah Diprediksi Betah di Rp 15.000 Per Dolar AS Imbas Silicon Valley Bank Kolaps
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra memprediksi rupiah masih akan betah di atas Rp 15.000 per dolar AS imbas kolapsnya Silicon Valley Bank.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra memprediksi rupiah masih akan betah di atas Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS) imbas kolapsnya Silicon Valley Bank.
Namun, kalau pelaku pasar yakin krisis perbankan ini tidak meluas ke negara lain, mata uang Garuda bisa saja lebih menguat.
"Jadi, kelihatannya pergerakan rupiah terhadap dolar AS masih akan berkonsolidasi naik turun di kisaran Rp 15.250 hingga Rp 15.400 per dolar AS," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Jumat (24/3/2023).
Baca juga: Celios: Silicon Valley Bank di Amerika Bangkrut, Startup Bakal Kekurangan Modal
Kendati demikian, kolapsnya SVB sejauh ini tidak berpengaruh langsung ke perbankan dalam negeri, dan aktivitas juga normal.
"Tidak ada rush seperti yang dialami SVB sebelum kolaps. Tetapi, perbankan pastinya menjadi lebih waspada," kata Ariston.
Adapun, pelaku atau investor pasar keuangan dinilainya masih mencermati perkembangan krisis perbankan ini, apakah pemerintah yang bersangkutan bisa mengatasinya atau malah krisis menjadi lebih besar.
Saat ini, pemerintah AS berusaha menjaga keyakinan masyarakatnya bahwa situasi terkendali sehingga rush tidak meluas ke bank lainnya.
Baca juga: Silicon Valley Bank Kolaps, Uang Investor Disebut Beralih ke Obligasi hingga Kripto
Krisis perbankan ini juga tentunya memicu kekhawatiran pelaku atau investor pasar keuangan, sehingga sebagian mengalihkan portofolionya dari aset berisiko ke aman, seperti emas.
"Sedikit banyak ini juga turut memperlemah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Tetapi di sisi lain, rupiah mendapatkan keuntungan dari perubahan ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga acuan AS karena AS menghadapi krisis perbankan, pasar melihat The Fed tidak akan terlalu agresif menaikkan suku bunganya lagi," pungkasnya.