Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Banyak Bank Global Bangkrut dan Gagal Bayar Surat Utang, Indonesia Diminta Waspada

Bank Sentral Eropa atau ECB juga masih menaikkan suku bunga acuan dan berdampak terhadap kecemasan investor terkait tekanan sektor perbankan.

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Banyak Bank Global Bangkrut dan Gagal Bayar Surat Utang, Indonesia Diminta Waspada
KONTAN/Carolus Agus Waluyo
Ilustrasi. Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kekhawatiran skenario gagal bayar utang bukan cuma terjadi pada Silicon Valley Bank (SVB) dan Credit Suisse tapi merembet ke bank global lainnya. 

"Meskipun kondisi seolah kembali seperti dulu, tapi sejatinya tidak akan pernah sama lagi. Sedangkan di sisi lain, masa akan datang penuh dengan potensi peluang dan
risiko yang relatif baru dan mungkin saja belum pernah tersentuh sebelumnya," ujarnya.

Menurutnya di beberapa aspek, volatilitas maupun ketidakpastian dapat terjadi dengan cukup intens hingga 2030, termasuk kondisi perbankan global yang mulai acak-acakan alias semrawut.

"Khusus dalam tahun-tahun pertama setelah pandemi surut sampai sekira 2030, kondisi akan menantang karena inilah fase awal dari perubahan-perubahan tersebut. Jadi, kondisi SVB (Silicon Valley Bank), CS (Credit Suisse), ataupun DB (Deutsche Bank) tidak terjadi serta-merta," kata Rizky.




Diketahui, Silicon Valley Bank kolaps hingga bangkrut dalam hitungan hari, Credit Suisse hampir bangkrut, dan terbaru adalah saham Deutsche Bank ambruk belasan persen dalam sehari.

Kejadian tersebut dinilai Rizky menjadi akibat dari kondisi volatilitas yang merebak dari adanya pandemi, perang, dan perubahan peta bisnis, termasuk digitalisasi.

Tetapi di saat yang sama, akan sangat mungkin dari sinilah fase awal untuk mencapai keseimbangan baru secara global.

"Dari semua itu, khususnya bagi institusi perbankan, aspek governance akan semakin menentukan karena obyek bisnis atau investasi akan berubah. Berarti menuntut juga adaptasi maupun kelincahan dari sisi governance untuk tetap dapat menjamin keberlanjutan profitability di jangka panjang," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

Seperti Credit Suisse, Deutsche Bank adalah salah satu dari 30 lembaga keuangan yang signifikan secara global, dengan aturan internasional yang mengharuskannya untuk memiliki cadangan modal yang lebih tinggi karena kegagalannya dapat
menyebabkan kerugian yang meluas. Ban

Baca juga: Praktisi Pasar Modal: Perbankan RI Cukup Kebal Hadapi Krisis Sektor Keuangan di AS dan Eropa

k-bank besar Eropa lainnya juga jatuh dengan Commerzbank Jerman turun 4,9 persen, Societe Generale Prancis turun 6 persen, dan Raiffeisen Austria turun 7 persen.

Pasar telah diguncang oleh kekhawatiran bahwa bank lain mungkin mengalami masalah tak terduga seperti Silicon Valley Bank yang berbasis di AS, yang bangkrut setelah pelanggan menarik uang mereka dan menderita kerugian yang tidak diasuransikan karena suku bunga yang lebih tinggi.

Terkait guncangnya perbankan global tersebut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Firman Mochtar menyebut imbas bangkrutnya bank-bank di Amerika Serikat(AS) tidak akan berdampak besar terutama di Indonesia.

"Kami memandang dampak rambatannya tidak besar karena eksposur kita ke sana enggak banyak," ujar Firman.

Ketahanan sistem keuangan khususnya perbankan di Indonesia kata Firman masih tergolong kuat dari sisi permodalan, risiko kredit maupun likuiditas.

Permodalan perbankan kuat dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio /CAR) sebesar 25,88 persen pada Januari 2023.

"Secara internal perbankan masih cukup kuat," ujar Firman. (Tribun Network/van/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas