Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Fintech Block Milik Mantan Bos Twitter Jadi Target Baru Hindenburg Research

Jack Dorsey menghadapi pengawasan karena fintech Block yang dia dirikan melebih-lebihkan jumlah pengguna dan mengecilkan biaya akuisisi pelanggan

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Fintech Block Milik Mantan Bos Twitter Jadi Target Baru Hindenburg Research
Postsen.com
Jack Dorsey, pendiri fintech Block. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Miliarder Amerika Serikat (AS) Jack Dorsey menghadapi pengawasan, setelah sebuah laporan menuduh perusahaan pembayaran Block yang dipimpinnya melebih-lebihkan jumlah pengguna dan mengecilkan biaya akuisisi pelanggan.

Meski perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran Block telah menolak klaim itu, laporan negatif tersebut telah membuat saham Block di bursa anjlok 15 persen.

Melansir dari BBC, laporan tersebut diterbitkan oleh perusahaan riset investasi Hindenburg Research, yang sebelumnya menargetkan perusahaan milik taipan India Gautam Adani.

Adani Group menghadapi tiga tuduhan dalam laporan yang dirilis Hindenburg, yaitu manipulasi saham, manipulasi dalam pencatatan laporan keuangan perusahaan, dan transaksi miliaran dolar mencurigakan yang dilakukan perusahaan dengan kakak Gautam Adani, Vinod Adani.

Block, yang didirikan oleh mantan bos Twitter Jack Dorsey pada 2009, mengatakan sedang menjajaki tindakan hukum terhadap Hindenburg atas "laporan yang secara faktual tidak akurat dan menyesatkan".

"Kami adalah perusahaan publik yang diatur secara ketat dengan pengungkapan reguler, dan yakin dengan produk, pelaporan, program kepatuhan, dan kontrol kami. Kami tidak akan terganggu oleh taktik penjual pendek yang khas," kata perusahaan itu.

Berita Rekomendasi

Block, yang sebelumnya dikenal sebagai Square, mengoperasikan transaksi keuangan mulai dari pembayaran ke pedagang atau penjual hingga pembayaran antar individu.

Valuasi perusahaan ini tercatat mencapai 3 miliar dolar AS ketika terdaftar di bursa saham pada 2015.

Baca juga: Regulator India Selidiki Hubungan Adani Group dengan Investor Asing

Sekarang kapitalisasi Block mencapai lebih dari 30 miliar dolar AS. Perusahaan yang berbasis di California ini mengganti namanya menjadi Block pada 2021, untuk mencerminkan sisi lain dari bisnisnya yang berkembang pesat yaitu Cash App, aplikasi pembayaran yang menjadi fokus laporan Hindenburg.

Hindenburg menuduh Block memberikan statistik yang menyesatkan mengenai jumlah penggunanya, serta diklaim melayani transaksi yang terkait aktivitas kriminal seperti perdagangan seks.

Baca juga: Keruntuhan Saham Adani Group Seret Nama-nama Besar Wall Street

Saat melakukan penelitiannya, Hindenburg mengklaim dengan mudah membuat akun Cash App palsu atas nama Donald Trump dan Elon Musk.

Tidak hanya itu, Hindenburg membuat permintaan catatan publik, yang diduga menunjukkan bahwa Cash App digunakan untuk memfasilitasi jutaan pembayaran bantuan pandemi Covid-19 palsu dari pemerintah.

"Mantan karyawan menggambarkan bagaimana Cash App menekan kekhawatiran internal dan mengabaikan permintaan bantuan pengguna karena aktivitas kriminal dan penipuan merajalela di platformnya," kata Hindenburg.

Baca juga: Skandal Besar Adani Group Lenyapkan 50 Persen Harta Orang Terkaya di Asia, Begini Kronologinya

"Ini tampaknya merupakan upaya untuk menumbuhkan basis pengguna Aplikasi Tunai dengan mengabaikan aturan Anti Pencucian Uang (AML) secara strategis," lanjutnya.

Saham Block sudah terguncang akibat perlambatan aktivitas ekonomi dan belanja konsumen. Cash App juga memiliki ikatan dengan dunia mata uang kripto, yang telah melihat nilainya jatuh.

Dorsey, yang membagi waktunya antara Twitter dan Square, mengundurkan diri sebagai kepala eksekutif perusahaan media sosial itu pada 2021. Twitter kemudian dijual ke miliarder Elon Musk seharga 44 miliar dolar AS.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas