Teten Masduki Usul Ada Pelabuhan Khusus Pakaian Impor, Antisipasi Penyelundupan Barang Ilegal
Pada 2020, unrecorded impor lebih besar yaitu Rp 110,288 triliun dibanding impor legal yaitu Rp 104,6 triliun.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengusulkan Indonesia memiliki satu pelabuhan khusus barang-barang impor terutama produk tekstil dan pakaian impor.
Hal itu guna mengantisipasi penyelundupan sehingga produk-produk impor tidak bisa langsung masuk ke pasar terutama di Pulau Jawa.
Teten mencontohkan Pelabuhan Sorong, Papua sebagai lokasi berlabuhnya produk impor.
Baca juga: Perang Melawan Perdagangan Pakaian Bekas Impor, Bakal Melindungi Industri Tekstil Lokal?
Dari Sorong baru bisa masuk ke pelabuhan lain di Pulau Jawa sehingga, secara harga, produk UMKM tetap bisa kompetitif dengan produk impor tersebut.
"Itu sah kita mengatur seperti itu, untuk melindungi produk lokal agar lebih kompetitif," kata Teten di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023).
Teten berharap ada restriksi terhadap produk impor karena pasar luar juga memberlakukan restriksi terhadap produk impornya untuk memperkuat produk lokal mereka.
"Kita ini terlalu longgar. Saya usul ke Mendag, termasuk yang impor legal, kita minta juga ada restriksi. Barang kita di luar sana juga banyak dihambat. Salah satunya dengan isu lingkungan, dan sebagainya," katanya.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu menginginkan agar jangan terlalu banyak pintu masuk untuk produk impor.
Namun, ditempatkan di satu lokasi saja. Misalnya, di Pelabuhan Sorong, Papua sehingga lebih mudah mengontrolnya.
"Jadi, kalau ada yang mau masuk ke pelabuhan lain, bisa dipastikan itu ilegal," kata Teten.
Ia mengakui bila China mempunyai bahan baku untuk semua produk tekstil dan pakaian jadi. Sedangkan Indonesia cenderung susah bersaing dengan produk mereka.
"Tapi, kita bisa melakukan restriksi-restriksi seperti itu, untuk melindungi produk lokal," kata Teten.
Menurut Teten, unrecorded impor (termasuk impor ilegal pakaian dan alas kaki) jumlahnya sangat besar, rata-rata 31 persen total pasar domestik, atau tidak terlalu jauh berbeda dengan impor legal.
Pada 2020, unrecorded impor lebih besar yaitu Rp 110,288 triliun dibanding impor legal yaitu Rp 104,6 triliun.
"Keberadaan unrecorded impor ini mengganggu produksi domestik yang cenderung menurun sejak 2019 dan tidak mempengaruhi impor pakaian legal termasuk China yang terus meningkat sejak 2020," kata Teten.
Oleh karena itu, Teten menyebutkan, langkah perlindungan UMKM saat ini sangat tepat, di mana di sisi hulu diberantas impor ilegal dan di sisi hilirnya diberikan advokasi dan sosialisasi tentang Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.