AS Terancam Gagal Bayar, Mimpi Buruk Bagi Indonesia?
Sejumlah sektor yang terpengaruh, diantaranya seperti ekspor pakaian jadi, alas kaki, produk olahan karet, Crude Palm Oil atau CPO
Editor: Hendra Gunawan
"Kondisi penurunan permintaan ekspor bisa sebabkan phk massal meluas sepanjang 2023, tidak hanya di sektor manufaktur tapi juga basis komoditas perkebunan dan tambang," pungkasnya.
Dampak ke rupiah
Pengamat ekonomi sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah bisa ambil keuntungan dengan adanya sentimen tersebut.
"Dampak ancaman gagal bayar terhadap rupiah karena pelemahan dolar AS dimanfaatkan pelaku pasar beli rupiah, sehingga naik signifikan bisa ke Rp 14.500 per dolar AS," ujarnya.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Ariston Tjendra menilai, kalau soal penguatan rupiah terhadap Greenback lebih karena sentimen penurunan suku bunga AS.
"Ini terkait ekspektasi pasar terhadap peluang pemangkasan suku bunga acuan AS di akhir tahun," tutur dia.
Ekspektasi ini menguat setelah data ekonomi AS menunjukkan pelambatan pertumbuhan dan krisis perbankan yang juga diakibatkan kenaikan suku bunga acuan.
Baca juga: Gagal Bayar Utang pada JP Morgan, Superyacht Asal Rusia Dilelang 74,5 Juta Dolar AS
"Sejauh ini kalau dibandingkan, ekonomi Indonesia jauh lebih stabil dibandingkan dengan ekonomi AS, sehingga ini juga mendukung penguatan rupiah terhadap dollar AS.
Pasar menunggu hasil rapat The Fed pekan depan untuk pergerakan rupiah terhadap dolar AS selanjutnya," pungkasnya.
Sementara itu Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan, ancaman default dari pemerintah AS sebenarnya cukup beralasan.
Karena terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah seiring dengan peningkatan pengeluaran bunga yang naik akibat kebijakan suku bunga yang tinggi.
Salah satu kebijakan yang harus diambil oleh Pemerintah AS adalah menaikkan pagu utang.
"Namun demikian, dengan kondisi perekonomian yang masih belum stabil akibat krisis SVB (Silicon ValleyBank), pemerintah diperkirakan masih menaikan pagu utangnya," ucap Josua kepada Tribunnews, Sabtu (29/4/2023).
"Pernyataan Yellen sendiri mungkin merupakan kekhawatirannya bila utang pemerintah terus meningkat tidak terkendali," sambungnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.