Investor Global Kini Getol Tenamkan Modal di India, China Mulai Ditinggalkan?
Alasan banyaknya perusahaan mau berinvestasi di negara berpenduduk 1,4 miliar ini juga didukung oleh adanya perubahan geopolitik India.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- India kini menjadi negara tujuan para investor global untuk menanamkan modal mereka.
Perusahaan-perusahaan tingkat dunia berbondong-bondong datang ke India untuk membuka usaha di sana.
Salah satunya adalah Apple yang mengalihkan pabriknya dari China ke India.
Baca juga: Jumlah Investor Kripto Global Sentuh 420 Juta di 2023, Bukan AS yang Mendominasi Tetapi Negara Ini
Awal bulan April 2023, CEO Apple Tim Cook datang ke India untuk membuka toko fisik pertama perusahaan teknologi tersebut di negara ini.
Langkah serupa juga dilakukan oleh jaringan waralaba sandwich Inggris bernama Pret A Manger yang juga membuka gerai pertamanya di kota Mumbai, untuk menggarap pasar kelas menengah India yang terus bertumbuh.
Berdasarkan perhitungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), India bakal menjadi negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, menggeser China yang sudah bertahun-tahun mendudukinya.
Hal ini menjadi tonggak India untuk memperkuat citra sebagai negara kesayangan ekonomi global.
Status baru ini membikin penasaran, apakah India akan bisa memanfaatkan kekuataan demografisnya tersebut untuk mendorong ekonominya sekaligus juga menggeser China.
Menurut CNN, alasan banyaknya perusahaan mau berinvestasi di negara berpenduduk 1,4 miliar ini juga didukung oleh adanya perubahan geopolitik India.
Para pemimpin dunia Barat sedang mendorong kerja sama ekonomi dengan negara-negara yang mempunyai nilai-nilai sama, dan India sebagai negara demokrasi terbesar dunia pun, menangguk keuntungan dari hal ini.
Baca juga: Keaslian Emas Murni Batangan Jadi Perhatian Investor, Intip Strategi Emiten HRTA
Profesor dari Delhi School of Economics Partha Sen menyatakan, selama ini banyak negara yang telah menaruh semua telurnya di keranjang China.
Namun seiring dengan meningkatnya ketegangan antara Barat dan Beijing membuat hal itu berubah.
"Dan India cocok dengan hal tersebut," ujar dia, dikutip dari CNN, Senin (1/5/2023).
India diuntungkan dengan apa yang disebut dividen demografis, yakni potensi pertumbuhan ekonomi yang timbul dari besarnya populasi usia kerja.
Selain itu luasnya pasar konsumen dan kumpulan tenaga kerja yang terjangkau juga menarik perhatian merek global dan pengusaha.
Dalam upaya untuk meningkatkan sektor industri dan meningkatkan ekspor, pemerintah India berusaha untuk menandatangani kesepakatan perdagangan bebas.
Langkah ini mendapatkan respons yang baik di seluruh dunia.
Sejak 2021, India telah mencapai kesepakatan dengan Australia, Uni Emirat Arab, dan Mauritius.
India juga terus bernegosiasi dengan Uni Eropa, Inggris, dan Kanada. Kabarnya, Rusia juga tertarik meningkatkan hubungan kerja sama dengan India.
Baca juga: Jumlah Investor Ritel Pasar Modal Tembus 10,31 Juta Pada 2022, Pelaku Usaha Parekraf Berpeluang IPO
Di luar masalah geopolitik, fundamental ekonomi dan demografi India ternyata tetap jadi daya tarik bagi berbagai minat bisnis.
Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan, India memiliki pertumbuhan PDB sebesar 5,9 persen.
Sebagai gambaran, ekonoomi Amerika Serikat hanya tumbuh 1,6 persen. Sedangkan, ekonomi Jerman dan Inggris tergolong stagnan.
Pusat Penelitian Ekonomi dan Bisnis meramalkan, ketika mampu mempertahankan momentum, India akan menyalip Jerman sebagai ekonomi terbesar keempat dunia pada tahun 2026. India juga berpeluang menjatuhkan Jepang dari posisi nomor tiga pada tahun 2032.
Pada tahun 2021, tercatat populasi usia kerja India mencapai lebih dari 900 juta. Capital Economics bilang, dalam beberapa tahun ke depan, jumlah penduduk usia produktif ini akan melampaui China.
Untuk dapat menyerap tenaga kerja, Ekonom Capital Economics Thamashi De Silva menerangkan, perlu lebih banyak dibangun pabrik.
“Potensi demografis dan kunci untuk membukanya adalah mengembangkan sektor manufaktur yang kompetitif secara global dan padat karya ini,” ungkap dia.
Sebagai catatan, pada tahun 2021, manufaktur menyumbang kurang dari 15 persen ekonomi atau pekerjaan India.
India akan diuntungkan karena perusahaan mendiversifikasi rantai pasokan mereka jauh dari China.
Meskipun demikian, India juga perlu menyelesaikan beberapa kendala yang muncul. Misalnya, meskipun ekspor teknologi India telah tumbuh baik, tetapi negara seperti Taiwan dan Vietnam ternyata lebih diuntungkan dari sumber impor alternatif.
Sedangkan, di tengah perbaikan infrastruktur, biaya logistik India masih jauh lebih tinggi dari China Korea Selatan, Jepang, Malaysia dan Thailand.
Saat ini, pemerintah diharapkan dapat membuat rencana untuk menyerap kelebihan tenaga kerja dengan menciptakan lapangan kerja manufaktur.