Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengusaha Tambang Juga Keberatan Kenaikan PPN 12 Persen: Hambat Ekspansi Usaha

Kenaikan PPN 12 Persen mulai 1 Januari 2025 dikhawatirkan akan membuat pengusaha sektor pertambangan terhambat melakukan ekspansi usaha.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pengusaha Tambang Juga Keberatan Kenaikan PPN 12 Persen: Hambat Ekspansi Usaha
HO
KAI Logistik mengangkut batu bara. Kenaikan PPN 12 Persen mulai 1 Januari 2025 dikhawatirkan akan membuat pengusaha sektor pertambangan terhambat melakukan ekspansi usaha. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 dikhawatirkan akan memberatkan para pengusaha, terutama di sektor pertambangan.

Anggota Komisi XII DPR RI Jalal Abdul Nasir menilai kenaikan PPN dapat memperberat beban biaya bagi para pelaku usaha di industri yang sudah tertekan oleh berbagai tantangan.

Sektor pertambangan berpotensi mengalami kesulitan lebih lanjut jika kebijakan tersebut diterapkan.

Menurutnya, kenaikan PPN dapat berdampak langsung pada biaya operasional dan daya saing produk pertambangan Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

"Sektor pertambangan memiliki tantangan berat, mulai dari fluktuasi harga komoditas, biaya eksplorasi yang tinggi, hingga regulasi yang sering berubah."

Berita Rekomendasi

"Jika PPN dinaikkan menjadi 12 persen, pengusaha tambang akan semakin terbebani. Ini bisa memperburuk iklim investasi dan menghambat ekspansi usaha," ujarnya di Jakarta, Jumat (22/11/2024).

Namun, Jalal juga mengusulkan solusi untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa memberatkan pengusaha tambang.

Menurutnya, pemerintah bisa memperbaiki regulasi dan proses perizinan tambang agar lebih mudah diakses oleh masyarakat.

Dia mengusulkan dengan mempermudah izin usaha tambang, yang pada gilirannya dapat mengurangi praktik tambang ilegal atau Penambangan Tanpa Izin.

Sebab, jika perizinan tambang diperbaiki dan lebih transparan, banyak pelaku usaha tambang ilegal yang selama ini beroperasi di luar pengawasan akan terdorong untuk beralih ke usaha tambang yang sah.

"Dengan begitu, negara tidak hanya akan memperoleh pajak dari usaha tambang yang berizin, tetapi juga mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh tambang ilegal yang merusak lingkungan dan tidak terkontrol," tutur Jalal.

Baca juga: Ekonom: Paksakan PPN 12 Persen Berlaku Mulai Januari Akan Turunkan Daya Beli Masyarakat

Pemerintah, lanjutnya, perlu melakukan pendekatan yang lebih komprehensif dalam mengelola sektor pertambangan, termasuk memperhatikan aspek keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan keberlanjutan sektor usaha.

Pengusaha tambang yang telah memiliki izin dan beroperasi sesuai aturan harus didorong untuk lebih produktif, sementara tambang-tambang ilegal harus diberantas melalui kebijakan yang lebih inklusif.

Baca juga: Industri Restoran dan Hotel Terdampak Penurunan Daya Beli, Awal Tahun Depan Dihajar PPN 12 Persen 

Sebelumnya, Pemerintah akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ekonom dari Center of Economics and Law Studies, Nailul Huda, berujar penerapan PPN 12 persen berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan masyarakat. Hal ini dinilai kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas