Maskapai Penerbangan Go First India Ajukan Kebangkrutan Pasca Rusaknya Sebagian Besar Mesin Pesawat
Maskapai penerbangan bertarif rendah (LCC) asal India, Go First dikabarkan telah mengajukan kebangkrutan ke Pengadilan Hukum Perusahaan Nasional
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BENGALURU – Maskapai penerbangan bertarif rendah (LCC) asal India, Go First Airways dikabarkan telah mengajukan kebangkrutan ke Pengadilan Hukum Perusahaan Nasional, Selasa (2/5/2023).
Perusahaan menyalahkan kerusakan mesin pesawat yang diproduksi oleh Pratt & Whitney, sehingga membuatnya harus mengandalkan hampir setengah armadanya.
Langkah tersebut menandai keruntuhan maskapai besar pertama di India sejak Jet Airways mengajukan kebangkrutan pada 2019, dan menggarisbawahi persaingan sengit di sektor yang didominasi oleh IndiGo dan penggabungan Air India dan Vistara baru-baru ini di bawah konglomerat Tata.
Baca juga: Bandara AP II Sebut Sejumlah Maskapai Ajukan Extra Flight Pada Periode Angkutan Lebaran 2023
“Total utang Go First kepada kreditor keuangan adalah 65,21 miliar rupee pada 28 April,” kata maskapai itu dalam pengajuan kebangkrutan ke Pengadilan Hukum Perusahaan Nasional.
“Perusahaan tidak gagal membayar salah satu dari iuran tersebut pada 30 April, tetapi telah gagal membayar kreditur operasional, termasuk 12,02 miliar rupee kepada vendor dan 26,60 miliar rupee kepada penyewa pesawat,” tambahnya.
Dalam sebuah pernyataan, Go First mengatakan pengajuannya mengikuti penolakan oleh Pratt & Whitney, pemasok mesin eksklusif untuk armada pesawat Airbus A320neo maskapai, untuk mematuhi perintah arbitrase untuk melepaskan mesin sewaan cadangan yang akan memungkinkan maskapai kembali ke operasi penuh.
Pesawat yang di-grounded "karena kerusakan mesin Pratt & Whitney" membengkak dari 7 persen armadanya pada Desember 2019 menjadi 50 persen pada Desember 2022, menurut maskapai itu.
Lantas, hal itu menyebabkan hilangnya pendapatan dan biaya tambahan sebesar 108 miliar rupee atau sekitar 1,32 miliar dolar AS.
Maskapai penerbangan yang dimiliki oleh Grup Wadia dan sebelumnya dikenal sebagai GoAir, mengatakan pihaknya telah membatalkan penerbangan yang dijadwalkan pada 3 Mei hingga 5 Mei karena "alasan operasional".
"Pemerintah India telah membantu maskapai dengan segala cara yang memungkinkan," kata Jyotiraditya Scindia, Menteri Penerbangan Sipil India dalam sebuah pernyataan, Rabu (3/5/2023).
Baca juga: Kemenhub Temukan Pelanggaran Tarif Batas Atas, Beberapa Maskapai Akan Dijatuhi Sanksi
"Masalah ini juga telah diangkat dengan para pemangku kepentingan yang terlibat,” sambungnya.
Keruntuhan itu dapat mendorong maskapai saingan karena industri mencoba memenuhi lonjakan perjalanan udara pasca-pandemi.
"Gangguan tiba-tiba dalam operasi kemungkinan akan menguntungkan pemain lain dan meningkatkan tarif penerbangan karena kendala pasokan," ujar Jinesh Joshi, seorang analis riset Prabhudas Lilladher.