Hadiri KTT ASEAN 2023, Perdana Menteri Malaysia Tiba di Bandara Komodo
Perdana Menteri (PM) Malaysia, Dato' Seri Anwar Ibrahim telah tiba di Bandara Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Malaysia, Dato' Seri Anwar Ibrahim telah tiba di Bandara Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Selasa (9/5/2023).
Kedatangan Dato' Seri Anwar disambut oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, pada pukul 15.35 WITA. Setibanya di Bandara Komodo, Dato' Seri Anwar diiringi oleh kendaraan mobil listrik Hyundai Ioniq 5.
Baca juga: Sejumlah Pemimpin Negara Tiba di Labuan Bajo untuk Hadiri ASEAN Summit 2023
Kedatangan Anwar Ibrahim ialah untuk menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 yang berlangsung selama tiga hari, hingga 11 Mei 2023 mendatang.
Sebelumnya, Perdana Menteri Kamboja telah lebih dahulu tiba di Bandara Komodo, kemudian disusul oleh Perdana Menteri Timor Leste Taur Matan Ruak pada pukul 13.55 WITA.
Untuk diketahui, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim (75) dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia ke-10 menggantikan Ismail Sabri Yaakob.
Dia dilantik, Kamis (24/11/2022) silam, setelah ditunjuk Raja Malaysia, Sultan Abdullah sebagaimana tercantum dalam pengumuman Istana Negara Malaysia.
Anwar Ibrahim memulai karier politiknya sebagai anggota Organisasi Kebangsaan Melayu Bersatu (UMNO) hingga puncak kejayaannya menjadi Wakil Perdana Menteri Malaysia di bawah pimpinan Perdana Menteri Mahathir Mohamad.
Baca juga: PM Thailand Absen Hadiri KTT ASEAN, Ini Alasannya
Kemudian, Anwar Ibrahim dipecat secara tidak hormat pada 2 September 1998 karena tuduhan melakukan tindakan yang tidak senonoh (sodomi) yang ditujukan kepadanya.
Sebagian mencatat bahwa ketika krisis ekonomi mengancam Malaysia pada tahun 1998, Anwar Ibrahim menolak rencana Mahathir Mohamad untuk melakukan sistem kurs tetap dalam mata uangnya ringgit agar tidak terimbas krisis.
Suatu langkah yang sama yang pernah ditawarkan Prof Steve Hanke kepada Presiden Indonesia Soeharto, untuk menerapkan kebijakan kurs tetap.