Yuan Geser Dominasi Dolar AS, Rusia hingga Iran Mulai Lirik Mata Uang China Sebagai Alat Transaksi
Yuan menguasai 48,4 persen penggunaan mata uang dalam transaksi global. Sementara volume transaksi lintas negara menggunakan dolar AS
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Isu dedolarisasi kian santer menghantui Amerika, terlebih setelah beberapa mata uang mulai menjadi pesaing baru dolar, termasuk Yuan China yang belakangan mulai dilirik sejumlah negara.
Laporan peneliti Bloomberg Intelligence mencatat, selama bulan Maret kemarin penggunaan mata uang yuan dalam transaksi lintas batas China naik ke rekor 549,9 miliar dolar AS. Lebih tinggi dari bulan sebelumnya, yang hanya menduduki 434,5 miliar dolar AS.
Tak hanya itu melonjaknya popularitas yuan juga telah membuat dominasi mata uang dolar Amerika terdepak dari transaksi lintas negara (cross-border).
Baca juga: Tren Dedolarisasi Berlanjut, Ini Daftar Negara yang Mulai Gunakan Mata Uang Lokal Gantikan USD
Dimana, Yuan menguasai 48,4 persen penggunaan mata uang dalam transaksi global. Sementara volume transaksi lintas negara menggunakan dolar AS hanya 46,7 persen.
Lonjakan ini terjadi setelah China gencar mempromosikan penggunaan yuan dalam perdagangan lintas negara sebagai bagian dari upaya internasionalisasi penggunaan mata uangnya.
Penggunaan yuan awalnya hanya digunakan sejumlah negara yang terimbas sanksi Amerika seperti Rusia dan Iran, sehingga mereka tak dapat lagi mengakses dolar.
Namun seiring dengan berjalannya waktu beberapa negara lain mulai melirik yuan sebagai alat transaksi pembayaran impor dari China.
Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen bahkan turut mengakui dominasi yuan yang mulai menguat, hingga berpotensi mengancam popularitas dolar Amerika di perdagangan internasional.
"Yuan belakangan dinilai sebagai alat yang sangat efektif. Tentu saja, hal itu menimbulkan keinginan China, Rusia, Iran untuk mencari alternatif. Namun potensi tersebut dapat merusak hegemoni dolar dan memicu risiko terkait dengan peran dolar dari waktu ke waktu."kata Yellen.
Baca juga: Dedolarisasi Menggema, Indonesia Bakal Jadi Poros Baru Kekuatan Ekonomi Dunia?
Berikut daftar negara yang mulai beralih menggunakan mata uang yuan untuk perdagangan dan transaksi internasional, seperti yang dilansir dari Business Insider.
1. Rusia
Negara beruang merah ini menggunakan yuan China untuk transaksinya, setelah sejumlah perbankan di Moskow mulai menghadapi sanksi Barat atas invasi Ukraina.
Imbas sanksi tersebut lebih dari 640 miliar USD cadangan mata uang asing Rusia dibekukan oleh pembatasan perdagangan Amerika.
Tekanan tersebut kian diperparah dengan sanksi larangan bank Rusia untuk mengakses SWIFT, layanan perpesanan yang memungkinkan bank di seluruh dunia berkomunikasi tentang transaksi lintas batas.
Alasan ini yang kemudian membuat Rusia mulai meninggalkan dolar dan beralih yuan yang dianggap sebagai mata uang yang ramah. Per 10 April 2023, bank sentral Rusia mencatat negaranya telah membeli mata uang China senilai 41,9 miliar rubel.
Di pasar valuta asing Rusia, perdagangan rubel-yuan bahkan telah menyumbang 39 persen dari total volume perdagangan, bahkan melampaui pangsa dolar rubel yang hanya menduduki 34 persen.
2. Brasil
Negara satu ini menjadi yang paling vokal mendukung penggunaan mata uang yuan dalam perdagangan internasional.
Bahkan di akhir tahun 2022 lalu, dominasi yuan telah melampaui euro dan dolar dalam cadangan devisa Brasil.
Badan Promosi Perdagangan dan Investasi Brasil (Apex Brasil) mengatakan lonjakan dominasi yuan terjadi setelah China menjadi mitra dagang terbesar Brasil. Terhitung lebih dari seperlima dari semua impor Brasil berasal dari negeri tirai bambu China.
3. Bangladesh
Dominasi yuan di Bangladesh menguat, usai negara ini melangsungkan kontrak kerjasama pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir dengan Rusia pada April kemarin.
Dengan membayarkan yuan senilai 318 juta USD, nantinya Rusia akan membangun pembangkit listrik terbesar di Bangladesh yang diklaim dapat menghasilkan listrik sebesar 2.400 megawatt.
"Karena sanksi terhadap bank Rusia, kami tidak dapat memproses pembayaran dalam dolar AS. Rusia meminta kami untuk menyelesaikan pembayaran dalam mata uang mereka, rubel, tetapi itu tidak memungkinkan. Jadi kami berdua memilih yuan," Uttam Kumar Karmaker, sekretaris Divisi Hubungan Ekonomi (ERD) kementerian keuangan Bangladesh.
4. Argentina
Mengikuti jejak yang lainnya, Argentina kini mulai menggunakan mata uang China, yuan untuk transaksi impor dari Negeri Tirai Bambu itu.
Menteri Ekonomi Argentina Sergio Massa menyatakan, langkah ini dilakukan untuk menekan cadangan dolar negara yang belakangan semakin menipis akibat penurunan tajam pada hasil ekspor pertanian.
Penggunaan mata uang sebagai alat transaksi sebenarnya telah lama diadopsi Argentina, tepatnya pada November 2022 lalu negara ini menukarkan mata uangnya dengan China sebanyak 5 miliar USD.
Hal ini dilakukan dengan dalih untuk memperkuat cadangan devisa Argentina. Pasca kebijakan tersebut diterapkan total transaksi impor selama dengan yuan selama bulan April telah naik menjadi 1 miliar USD.’
5. Iran
Sama seperti Rusia, negara ini mulai beralih menggunakan yuan usai tahun 2018 silam Amerika menjatuhkan sanksi ekonomi kepada pemerintah Iran akibat kepemilikan bubuk nuklir yang melebihi batas aman.
Sejak saat itu bank-bank Iran dilarang untuk mengakses layanan Swift. Tekanan tersebut yang kemudian mendorong Pemerintah Iran untuk untuk meninggalkan mata uang dolar dan mencari sistem pembayaran alternatif dalam perdagangan internasionalnya,
"Yuan sudah menyumbang sebagian besar perdagangan antara kedua belah pihak. Namun, proses penggunaan mata uang China perlu dilonggarkan, dan Bank Sentral Iran sedang bernegosiasi dengan China untuk mengatasi masalah tersebut," jelas menteri ekonomi Iran kata Ehsan Khandouz.
Selain yuan, belakangan Iran juga telah menyatakan keterbukaannya terhadap sistem pembayaran Rusia, yakni Sistem Transfer Pesan Keuangan.