Harga Telur Terus Naik, Anggota Komisi VI DPR: Pemerintah Gagal Kelola Pasokan dan Permintaan
Kenaikan harga telur saat ini bukan semata-mata diakibatkan oleh hambatan distribusi.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak menyebut lonjakan harga telur ayam yang saat ini sedang terjadi sebagai bukti kegagalan pemerintah mengelola stabilitas supply dan demand.
Menurut dia, kenaikan harga telur saat ini bukan semata-mata diakibatkan oleh hambatan distribusi.
"Lonjakan harga telur dan daging ayam saat ini sebetulnya bukan semata persoalan distribusi antar daerah atau pulau, tetapi lebih dari itu. Ini disebabkan menyusutnya produksi ayam dan telur yang sudah mulai terjadi sejak pandemi," kata Amin kepada Tribunnews, Senin (22/5/2023).
Ia mengatakan pemerintah kurang cepat bertindak dalam menyelesaikan sumber masalahnya.
Anggota DPR dari fraksi PKS ini kemudian menjabarkan beberapa faktor yang menyebabkan penurunan tajam produksi ayam dan telur.
"Pertama akibat bangkrutnya banyak peternak rakyat di berbagai daerah. Hingga pertengahan 2022 saja sudah puluhan ribu peternak rakyat yang gulung tikar," ujarnya.
Amin menyebut usaha peternakan rakyat gulung tikar karena tidak adanya proteksi pasar dari pemerintah.
"Peternak rakyat harus bertarung bebas dengan perusahaan besar. Perusahaan dengan modal jumbo dan menguasai rantai pasar. Mulai dari day old chicken atau ayam yang akan dibesarkan hingga pasokan pakan," ujar Amin.
Menurut Amin, perusahaan besar ini seharusnya masuk ke pasar modern dan pasar ekspor, bukan ke pasar tradisional.
"Tanpa proteksi, sulit bagi peternak rakyat yang bermodal kecil bisa bersaing dengan pemodal besar yang menguasai rantai dari hulu hingga hilir," kata Amin.
Baca juga: Harga Telur Melonjak Hingga Rp32 Ribu Per Kg, DPR Curiga Jangan-jangan Ini Permainan
Ia mengatakan kondisi tersebut diperparah dengan melambungnya harga pakan, terutama jagung, yang menyumbang 50 persen komposisi pakan ayam.
Menurut catatan Amin, tahun ini harga jagung pada Januari-Maret dibanderol sebesar Rp4 ribu per kilogram.
Lalu, harga tersebut melonjak mulai April hingga saat ini di kisaran Rp5.500-Rp6.000 per kilogram.
"Di saat peternak rakyat akan bangkit setelah rontok dihantam pandemi, mereka justru harus berjuang akibat menghadapi produsen raksasa dan mahalnya harga pakan," ujar Amin.
Baca juga: Harga Telur di Pasar Agung Depok Tembus Rp 32.000 Per Kg, Pedagang: Naik Usai Idul Fitri
Dampaknya, kata Amin, terasa saat ini. Akibat gagalnya peternak rakyat bangkit dan tumbuh kembali, populasi ternak pun jauh menurun drastis.
"Sehingga, lonjakan harga telur pun sulit dikendalikan dan bertahan dalam waktu yang cukup lama," katanya.
Ia mengatakan lonjakan harga telur ini akan memunculkan efek domino (multiplier effect).
Berbagai usaha yang memiliki ketergantungan pada telur sebagai bahan baku akan kena dampaknya, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Baca juga: Harga Telur Ayam Terus Naik, Pedagang di Depok Bilang Pemintaan Lebih Tinggi dari Pasokan
"Misalnya saja UMKM produsen kue, roti, dan industri kecil makanan dan minuman," ujar Amin.
Ia pun berharap pemerintah dapat menyelesaikan akar persoalan lonjakan harga telur ini.
"Terutama untuk jangka panjang, pemerintah harus begerak cepat menghidupkan kembali peternakan rakyat agar kebutuhan telur dan ayam untuk rakyat bisa terpenuhi," kata Amin.
"Kebutuhan ini jauh lebih penting dan strategis bagi rakyat, ketimbang menyubsidi perusahaan pemain pasar kendaraan listrik, yang berkedok subsidi untuk konsumen," lanjutnya.