Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Langkah Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut Dinilai Dapat Timbulkan Abrasi Besar

Saat ini isu yang terbesar terhadap wilayah pesisir dan pulau kecil adalah justru abrasi sebagai akibat perubahan iklim.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Langkah Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut Dinilai Dapat Timbulkan Abrasi Besar
SERAMBI INDONESIA DAILY/BUDI FATRIA
Ilustrasi. Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Aturan yang diundangkan pada 15 Mei 2023 ini memuat sejumlah kebijakan. Salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah dilarang selama 20 tahun. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi nirlaba kelautan Destructive Fishing Watch (DFW) memberikan pandangan terkait terbitnya PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.

Beleid tersebut patut diduga untuk melegalisasi ekspor pasir laut.

“Sangat jelas bahwa PP 26/2023 ini dilatar belakangi oleh pertimbangan eksploitatif dan beorientasi bisnis. Mengingat kegiatan penambangan pasir selama ini sudah berlangsung untuk kepentingan dalam negeri,” kata Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam keterangannya, Senin (29/5/2023).

Baca juga: KKP Hentikan Penambangan Pasir Laut Ilegal di Perairan Pulau Rupat

Menurut Abdi, ada semacam kamuflase dalam PP tersebut yang mengedepankan pengelolaan sedimentasi laut padahal ada indikasi-indikasi yang akan ditambang justru yang berpotensi sebagai pasir laut.

Saat ini isu yang terbesar terhadap wilayah pesisir dan pulau kecil adalah justru abrasi sebagai akibat perubahan iklim yang telah berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat maupun kerusakan sarana dan prasarana.

“Biaya untuk menanggulangi ini saja tidak mampu oleh daerah dan negara. Dengan regulasi ini maka dapat dipastikan abrasi akan semakin besar dan massif terjadi,” tuturnya.

Berita Rekomendasi

Abdi menerangkan sejatinya pengendalian hasil sedimentasi di laut adalah upaya untuk mengurangi dampak proses sedimentasi di laut agar tidak menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut.

Alam pada dasarnya sudah mengatur siklus secara berimbang. Manusialah yang menyebabkan perubahan yang mengarah ke dampak negatif.

“Justru yang harus dikendalikan adalah bukan hasil sedimentasinya, tapi yang menyebabkan sedimentasi tersebut yakni aktifitas dari hulu terutama kegiatan pembukaan lahan untuk tambang dan perkebunan,” imbuhnya.

Diketahui, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Aturan yang diundangkan pada 15 Mei 2023 ini memuat sejumlah kebijakan.

Salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah dilarang selama 20 tahun.

Dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan bahwa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur merupakan hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan.

Pasir laut untuk reklamasi Khusus untuk pasir laut, dapat digunakan untuk tujuan reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, dan pembangunan prasarana oleh pelaku usaha.

Tak hanya itu, pasir laut juga dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bunyi ayat (2).

Namun, ekspor pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan.

Dalam Pasal 10 ayat (4), izin usaha pertambangan untuk penjualan pasir laut dijamin penerbitannya oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang mineral atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas