Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Mengintip Peluang Pasar Obligasi di Akhir Siklus Kenaikan Suku Bunga Acuan

Dampak pengetatan moneter secara agresif di 2022 baru tercermin pada ekonomi riil di 2023.

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Mengintip Peluang Pasar Obligasi di Akhir Siklus Kenaikan Suku Bunga Acuan
Forbes
Ilustrasi obligasi. International Monetary Fund (IMF) telah merevisi naik proyeksi pertumbuhan PDB Asia di 2023 menjadi 4,6 persen, dengan salah satu faktor pendorongnya yaitu pemulihan ekonomi China yang lebih baik dari ekspektasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandangan terhadap pasar obligasi membaik seiring dengan berakhirnya siklus kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan potensi kebijakan Fed Funds Rate yang lebih akomodatif.

Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Dimas Ardhinugraha mengatakan, kedua katalis ini dapat mendorong penguatan pasar obligasi lebih lanjut.

"Secara historis, pasar obligasi Indonesia menawarkan potensi kinerja yang menarik menyusul jeda kenaikan suku bunga,” ujar Dimas mengutip risetnya, Sabtu (3/6/2023).

Baca juga: Akuisisi Sebagian Obligasi Luar Negeri Indonesia Bermata Uang Yen Ditawarkan ke Publik

Selanjutnya, Dimas membahas peluang investasi di pasar obligasi pada akhir siklus kenaikan suku bunga, di mana dampak pengetatan moneter secara agresif di 2022 baru tercermin pada ekonomi riil di 2023.

Volatilitas pasar di kuartal pertama 2023 memperkuat pandangan strategis bahwa fluktuasi pasar masih akan tinggi di sepanjang semester pertama tahun 2023.

Sentimen pasar diperkirakan dapat membaik di semester kedua tahun 2023 seiring dengan kondisi pelemahan ekonomi telah dicerna oleh pasar dan perhatian beralih menuju potensi kondisi moneter yang lebih akomodatif.

Berita Rekomendasi

"Kawasan Asia layak untuk dicermati. Daya tarik Asia didukung oleh pelemahan dolar AS seiring siklus suku bunga The Fed sudah mendekati puncaknya," katanya.

Selain itu, lanjut Dimas, ekspektasi pelemahan ekonomi di kawasan negara maju menjadikan kawasan Asia relatif lebih menarik.

Adapun International Monetary Fund (IMF) telah merevisi naik proyeksi pertumbuhan PDB Asia di 2023 menjadi 4,6 persen, dengan salah satu faktor pendorongnya yaitu pemulihan ekonomi China yang lebih baik dari ekspektasi.

Sementara itu, Dimas menambahkan, bahwa optimisme terhadap prospek pertumbuhan ekonomi domestik masih tetap terjaga.

Arus dana asing sebesar Rp76 triliun masih terus mengalir ke pasar modal Indonesia dalam empat bulan pertama tahun ini, di mana sekitar 76 persen atau Rp58 triliun dari aliran dana tersebut masuk ke pasar obligasi pemerintah Indonesia.

Sentimen diharapkan semakin positif memasuki paruh kedua tahun 2023, didorong oleh inflasi domestik yang terkendali dan kondisi makroekonomi domestik yang stabil.

Diketahui, pasar obligasi memiliki hubungan erat dengan outlook makroekonomi negara seperti inflasi, kebijakan suku bunga, stabilitas nilai tukar, dan arus dana asing.

Menariknya, kata Dimas, pasar obligasi Indonesia saat ini berada pada sweet spot di mana faktor-faktor tersebut pada kondisi yang suportif.

Inflasi domestik terus melandai, suku bunga sudah di level stabil, nilai tukar Rupiah yang kuat, dan terdapat arus dana asing yang masuk ke pasar obligasi.

Dimas mengungkapkan, potensi katalis selanjutnya bagi pasar obligasi adalah ekspektasi pemangkasan suku bunga dari Bank Indonesia.

Langkah logis selanjutnya bagi bank sentral setelah mencapai puncak siklus kenaikan suku bunga adalah untuk melakukan pemangkasan suku bunga.

"Dengan kondisi inflasi terjaga dan nilai tukar rupiah yang stabil, maka terdapat ruang bagi Bank Indonesia untuk dapat melakukan pemangkasan suku bunga yang dapat menjadi katalis tambahan bagi pasar obligasi," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas