Soal Utang Jusuf Hamka, Pemerintah Diminta Satu Suara
pemerintah harus menyamakan suara untuk mengembalikan dana deposito PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk sejak tahun 1999 beserta dendanya 2 persen.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menanggapi polemik utang pemerintah kepada konglomerat Jusuf Hamka senilai Rp800 miliar.
Menurutnya, pemerintah harus menyamakan suara untuk mengembalikan dana deposito PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) sejak tahun 1999 beserta dendanya 2 persen per bulan.
"Intinya Pak Mahfud (Menko Polhukam) dan Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) harus satu suara dulu membayar ke Pak Jusuf," kata Trubus saat dihubungi Tribunnews, Jumat (16/6/2023).
Baca juga: Puluhan Tahun Jusuf Hamka Tagih Utang Rp800 M ke Pemerintah, Upaya Tarik Deposito Selalu Gagal
Setelah sepakat, lanjut Trubus, tinggal kemudian dibicarakan dalam rapat kerja bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
"Harus mendapat persetujuan DPR karena ini uang yang sangat besar ratusan miliar," tuturnya.
Namun, Trubus berpandang bukan tidak mungkin akan muncul Jusuf Hamka yang lainnya apabila uang Rp800 miliar itu dicairkan pemerintah.
Dia menilai ada sangat banyak kasus piutang di era pemerintahan Orde Baru yang belum selesai meski kepemimpinan silih berganti.
"Yang saya khawatir justru nanti banyak Jusuf Hamka berikutnya yang juga menuntut," imbuhnya.
Perkara utang ini bermula dari uang deposito perusahaan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) di Bank Yama sebesar Rp78 miliar dan Rp79 miliar.
Namun, ketika krisis moneter 1998 semua dana Bank Yama dilikuidasi.
Apes, uang deposito perusahaan Jusuf Hamka tak dicairkan sampai sekarang karena tuduhan CMNP terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yakni Siti Hardijanti Hastuti Soeharto alias Tutut Soeharto.
CMNP mencari keadilan hingga memenangkan gugatan di MA pada 2015.
Putusan MA mengharuskan pemerintah membayar deposito miliknya beserta denda setiap bulannya sebesar 2 persen.
"Denda MA 2 persen per bulan. Dari 1998 ke 2023 kan 25 tahun, 25 tahun kali 12 bulan kan 300 bulan, kali 2 persen, sama dengan 600 persen,” kata Jusuf Hamka.
“Kalau pokoknya Rp179 miliar yang diakui. Jadi totalnya 6 kali bunganya ditambah 1 kali pokoknya. Jadi 7 kali Rp179 miliar, ya Rp1,25 triliun,” lanjutnya.
Jusuf menegaskan dirinya tidak bermaksud mengambil uang negara.
"Bayar saja yang fair, tolong. Kalau hitung-hitungan MA duitnya sudah sampai Rp 1,25 triliun sebenarnya. Saya cuma minta Rp 800 miliar saja," ucapnya.