Utang ITDC Rp 4,6 Triliun, Menteri BUMN: InJouney Masih Sehat
Erick mengakui ada beberapa perusahaan di bawah InJourney yang merugi dan terlilit utang, namun bukan berarti induk perusahaannya
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Meskipun ada beberapa perusahaan BUMN anggota InJourney yang terlilit utang hingga triliunan, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan InJourney tetap sehat.
Erick mengakui ada beberapa perusahaan di bawah InJourney yang merugi dan terlilit utang, namun bukan berarti induk perusahaannya turut merugi.
Induk holding BUMN Pariwisata dan Aviasi (InJourney) menurut Erick, secara umum, kondisi keuangan konsolidasi InJourney masih sehat.
Baca juga: InJourney Cetak Kenaikan Laba Lebih dari 100 Persen di Kuartal I 2023
"InJourney itu Sarinah (PT Sarinah) sehat, Taman Wisata Candi (PT Taman Wisata Candi) Borobudur, Prambanan, dan Ratu (Boko) sehat, bandara (PT Angkasa Pura I & PT Angkasa Pura II) sekarang sehat," kata Erick dikutip dari Tribunnews, Sabtu (17/6/2023).
InJourney sendiri adalah holding BUMN dengan anggota meliputi PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, PT Hotel Indonesia Natour, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, & Ratu Boko, dan PT Sarinah.
Erick mengakui, beberapa tahun ke belakang, untuk anggota holding BUMN pengelola bandara, tercatat merugi.
Namun itu terjadi lantaran ada sejumlah bandara yang masih sepi imbas pandemi Covid-19.
"Selama Covid bandara merugi. Namun, kalau dilihat tahun ini bandara-bandara seperti Jakarta dan Bali sudah mulai untung," tutur Erick.
Sebelumnya, muncul polemik setelah anggota holding, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) mengalami kerugian ratusan miliar rupiah dari ajang balapan dan pengelolaan Sirkuit Mandalika.
Selain itu, ITDC juga harus menanggung utang menggunung mencapai Rp 4,6 triliun, di mana perusahaan menyatakan tak sanggup membayar utang jangka pendek ke perbankan sehingga meminta pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) dari APBN.
Baca juga: Injourney Optimistis Momentum Libur Natal dan Tahun Baru Dorong Pertumbuhan Pariwisata
Erick sendiri tak menjelaskan lebih jauh soal kondisi keuangan ITDC yang tengah jadi sorotan.
Namun ia menekankan, persepsi BUMN banyak yang merugi seharusnya tidak relevan apabila melihat keuangan banyak perusahaan negara.
"Banyak pihak tertentu yang ciptakan presepsi BUMN banyak utang, BUMN bangkrut, padahal penjualan BUMN sudah meningkat banyak," beber Erick.
Terlebih, lanjut dia, apabila diakumulasi dari seluruh perusahaan pelat merah di Indonesia, total pendapatannya sudah menembus Rp 3.000 triliun. Kenaikan pendapatan tentunya membuat laba maupun dividen ikut meningkat.
"Penjualannya Rp 3.000 triliun. Mana ada perusahaan yang Rp 3.000 triliun di Indonesia. Untungnya Rp 250 triliun," tegas Erick lagi.
Holding BUMN Industri Aviasi dan Pariwisata Indonesia, PT Aviasi Pariwisata Indonesia atau InJourney meminta suntikan dana berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1,05 triliun untuk membayar utang terkait proyek pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika.
Direktur Utama InJourney Dony Oskaria mengungkapkan, perseroan melalui anak usahanya, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) tengah menanggung utang Rp 4,6 triliun dari pengembangan kawasan Mandalika.
Pembayaran utang tersebut terbagi menjadi dua termin, yakni kewajiban jangka pendek (short term) sebesar Rp 1,2 triliun dan kewajiban jangka panjang (long term) sebesar Rp 3,4 triliun.
Ia menuturkan, keuangan perusahaan saat ini tidak bisa memenuhi kewajiban pembayaran utang jangka pendek tersebut, sehingga membutuhkan dukungan dana dari PMN.
Baca juga: Injourney Optimistis Momentum Libur Natal dan Tahun Baru Dorong Pertumbuhan Pariwisata
"Terus terang saya tidak bisa menyelesaikan yang short term liabilities ini," ujar Dony dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (14/6/2023).
Oleh sebab itu, rencananya pembayaran utang sekitar Rp 1,2 triliun tersebut akan ditopang dari dana PMN sebesar Rp 1,05 triliun, sementara sisanya sekitar Rp 250 miliar akan ditanggung perusahaan melalui aksi korporasi.
"Jadi (PMN Rp 1,05 triliun) ini pun tidak menutupi dari total short term liabilities yang dimiliki di Mandalika," imbuhnya.
Dony mengungkapkan, utang yang sebesar Rp 4,6 triliun tersebut merupakan "warisan" yang didapat InJourney ketika mengambilalih proyek pengembangan kawasan Mandalika.
Oleh sebab itu, permintaan PMN ini bertujuan menyelesaikan beban utang sehingga menyehatkan kembali kondisi keuangan perusahaan.
"Proses yang sedang diajukan ini sebenarnya proses penyehatan kondisi Mandalika setelah kita ambil alih. Bukan untuk new investment (investasi baru)," kata Dony.
Adapun utang tersebut mencakup proyek penggerjaan pembangunan grandstands, VIP hospitality vilage, beautifikasi pit building, dan fasilitas area poddock, serta pekerjaan upgrading/resurfacing sirkuit.
Selain itu, mencakup pemasangan instalasi MEP pit building, pekerjaan pembangunan pit building, dan pembangunan fastitas infrastruktur yang bersifat mandatori atau wajib.
(Kompas.com/Muhammad Idris/Yohana Artha Uly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.