Cukai Hasil Tembakau Sumbang 13 Persen Penerimaan Negara di 5 Tahun Terakhir
Pengaturan produk hasil tembakau selama ini dioptimalkan dengan mengembalikan fungsi cukai yaitu pengendalian lewat mekanisme fiskal.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pengaturan produk hasil tembakau selama ini dioptimalkan dengan mengembalikan fungsi cukai yaitu pengendalian lewat mekanisme fiskal.
“Penerimaan negara cukup besar berasal dari kontribusi CHT (Cukai Hasil Tembakau). Sekitar 10 sampai 13 persen dari porsi APBN selama lima tahun terakhir dari satu industri,” kata Nirwala di Jakarta, Kamis (22/6/2022).
Nirwala menegaskan, yang perlu dilakukan adalah evaluasi implementasi jika memang dibutuhkan. “Bukan mengubah atau membuat regulasi baru,” tegasnya.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo menegaskan hal serupa.
”Menjadi sebuah urgensi untuk menjaga eksistensi ekosistem pertembakauan. Industri Hasil Tembakau (IHT) adalah motor penggerak ekonomi nasional mengingat size of business IHT ini dari hulu ke hilir (single commodity) yang luar biasa,” dia mengingatkan.
Terlebih, IHT juga dinilai mempunyai peran besar untuk menggerakkan perekonomian lainnya.
Edy memaparkan, industri ini memiliki efek sampai pada akar rumput (grassroot) seperti pertanian.
“Dalam dinamika perekonomian nasional, Industri Hasil Tembakau menjadi penopang atau bantalan ekonomi. Kita harus menyikapi dengan bijaksana regulasi-regulasi yang ada,” sarannya.
Hal tersebut berkaitan dengan polemik atas pasal tembakau dalam RUU Kesehatan, yakni mulai dari Pasal 154 sampai 158 termasuk di dalamnya terdapat rencana penyetaraan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika.
Selain itu juga potensi tumpang tindih kewenangan kementerian berkaitan dengan standarisasi kemasan produk.
Padahal, dalam naskah akademik RUU Kesehatan dimaksud, tidak ada kajian dan analisis yang bisa memperkuat argumen pasal tersebut.
Baca juga: Dibawa ke Paripurna, IDI dan 4 Organisasi Profesi Kesehatan Tetap Tolak RUU Kesehatan
Serta tanpa mengkaji berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pertembakauan. Selama ini, MK telah mengeluarkan 11 putusan terkait ekosistem pertembakauan baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung.
Baca juga: Ini Dampak Jika Alokasi Anggaran Minimal 10 Persen Dihapuskan dari RUU Kesehatan
Enam putusan di antaranya adalah putusan langsung yang menyebutkan bahwa ekosistem pertembakauan adalah entitas yang legal atau konstitusional.