Pasokan Ban Alat Berat di Tambang Menipis, Pelaku Usaha: Stok Tersisa Hanya 2 Bulan
Pemerintah telah melakukan beberapa pertemuan namun nampaknya tindak lanjut penyelesaian tidak mudah.
Penulis: Sanusi
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sampai saat ini aktivitas impor ban off the road untuk alat berat di pertambangan belum bisa dilakukan. Ini membuat stok ban semakin menipis bahkan sebagian sudah mengalami kekosongan.
Pelaku usaha di sektor pertambangan pun mulai khawatir, karena akan berdampak pada terganggunya kegiatan operasi produksi khusus di pertambangan batu bara.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan jika pasokan ban terhambat, maka akan berdampak pada kegiatan produksi.
Baca juga: Lima Asosiasi Pertambangan Lakukan Pertemuan, Ini Pesan Kementerian ESDM
“Jika pasokan ban untuk alat berat terganggu, maka kegiatan produksi batu bara juga akan terhambat akibat alat berat tidak dapat berproduksi. Dampak besarnya adalah selain batu bara yang diekspor akan terganggu, pasokan batu bara untuk PLN juga berpotensi terganggu,” terang Hendra.
Hendra berharap pemerintah bisa bersikap fleksibel dalam membuat kebijakan dengan melihat kondisi yang ada.
“Harapannya Pemerintah bisa mempertimbangkan pengambilan diskresi terkait neraca komoditas khususnya dalam hal jika terjadi kelangkaan ban yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Apabila ban jenis khusus tersebut belum dapat diproduksi di Indonesia maka sebaiknya izin impornya dipermudah. Harapannya semoga saja ke depannya ada investor yang bersedia memproduksi ban untuk alat berat dengan kualitas yang baik,” tandas Hendra.
Ia kemudian menjelaskan bahwa cadangan atau stok ban yang tersisa saat ini hanya sampai 2 bulan ke depan bahkan ada yang kurang dari 2 bulan.
Hal ini menurut Hendra sudah pernah disampaikan ke Pemerintah.
APBI-ICMA yang juga anggota Kadin telah menyampaikan permasalahan ini agar dapat ditindaklanjuti karena berpotensi merugikan pelaku usaha ditengah upaya mendukung perekonomian di saat tren harga komoditas sedang turun. Dampaknya juga akan dirasakan oleh pelaku usaha alat berat yang menjadi bagian dari ekosistem industri pertambangan.
“Potensi hambatan tersebut sebelumnya sudah pernah disampaikan ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pemerintah telah melakukan beberapa pertemuan namun nampaknya tindak lanjut penyelesaian tidak mudah dikarenakan regulasi terkait impor yang kaitannya dengan regulasi Neraca Komoditas belum keluar,” terangnya lagi.
Sebelumnya APBI, Asosiasi Usaha Jasa Pertambangan Indonesi (Aspindo) dan Perkumpulan Tenaga Ahli Alat Berat Indonesia (PERTAABI) meminta Pemerintah untuk bersama-sama mengatasi masalah ini.
“Saat ini pelaku usaha menghadapi kendala serius berupa keterbatasan pasokan ban off the road untuk alat berat yang digunakan dalam kegiatan pertambangan. Jika kondisi ini berkepanjangan dikhawatirkan dapat menghambat kelancaran ekspor serta pasokan batu bara ke PLN,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Usaha Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) Bambang Tjahyono.
Ketiga Asosiasi ini meminta Pemerintah untuk segera mengambil langkah untuk menghindari terganggunya kegiatan operasi produksi di pertambangan batu bara.
Di sisi lain pelaku usaha juga mendorong ban jenis radial yang banyak digunakan di pertambngan dapat diproduksi di Indonesia dengan kualitas yang memadai, sehingga dapat mendukung program peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pemerintah.