Menteri Investasi Bahlil Lahadalia Ungkap Bahayanya Ekspor Bahan Baku Jika Terus Dilakukan
Ekspor bahan baku justru merugikan negara karena nilai tambah akan hilang bahkan merugikan lingkungan.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahayanya aktivitas ekspor bahan baku yang dimiliki Indonesia jika dilakukan terus-menerus.
Menurut Bahlil, ekspor bahan baku justru merugikan negara. Pasalnya nilai tambah akan hilang bahkan merugikan lingkungan.
"Kalau kita tetap melakukan ekspor bahan baku, maka bayangkan berapa puluh juta atau ratusan juta bahan baku kita yang diekspor, yang ditambang tanpa memperhatikan lingkungan yang baik. Lapangan pekerjaan tidak bisa diciptakan, berapa nilai tambah yang hilang akibat ekspor ini," kata Bahlil saat konferensi pers di BKPM, Jumat (30/6/2023).
Baca juga: Menteri Investasi Bahlil Lahadalia Minta IMF Tak Usah Ikut Campur Urusan Hilirisasi Indonesia
Mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu menegaskan, kebijakan larangan ekspor bahan baku itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk fokus membangun industrialisasi melalui pertambangan.
"Pak Jokowi perintahkan kita fokus bangun industrialisasi di sektor penciptaan nilai tambah lewat pertambangan. Tahun 2020 kita balik dari jasa ke manufaktur dan 2022 sudah Rp 171 triliun FDI ke manufaktur," jelas Bahlil.
Di sisi lain, Bahlil menduga, ada ketakutan dari kelompok tertentu dibalik permintaan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap pembatasan ekspor nikel dan tidak memperluas pembatasan ke komoditas lainnya.
"Ini malah saya liat ada ketakutan dari kelompok tertentu ketika Indonesia dalam kondisi yang trennya sudah bagus di jalan yang benar. Ada apa maksud mereka (IMF)," tuturnya.
Bahlil menyampaikan, permintaan IMF terhadap ekspor komoditas nikel itu justru membentuk standar ganda. Pasalnya, disaat bersamaan IMF justru melarang negara lain untuk ekspor. Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia.
"Jadi menurut saya ada standar ganda yang dibangun di saat yang sama negara negara lain melarang ekspor. Seperti Amerika, dia melarang ekspor semi konduktor, kenapa negara kita yang diusik," ujar Bahlil.
"Dan menurut saya ini menyangkut wibawa negara, kedaulatan negara dan dia (IMF) sudah pernah menjadikan kita pasien yang gagal diagnosa. Apakah kita mengikuti dokter yang sudah membawa kita ke ruang rawat inap, dia masukan kita ke ruang ICU," sambungnya.
Sementara itu, Bahlil mengungkapkan hilirisasi merupakan bentuk kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia (RI).
"Harus dilihat hilirisasi bukan hanya konteks ciptakan nilai tambah. Hilirisasi merupakan kedaulatan bangsa, jika ada siapapun coba katakan hilirisasi tindakan rugikan negara, kami percayakan ada apa dibalik itu termasuk dalam negeri," kata Bahlil.
Kata dia, melalui kebijakan hilirisasi tercipta pemerataan ekonomi di daerah-daerah khususnya penghasil komoditas bahan baku.
"Kami ambil contoh Maluku Utara, sebelum hilirisasi ada Antam. Antam ambil bahan bakunya saja bangun smelter. Pertumbuhan ekonominya di bawah nasional, sampai Maluku Utara di atas pertumbuhan ekonomi nasional 19 persen. Bahkan sampai tahun kemarin 27 persen," jelasnya.