Anggota Komisi VII Dukung Menteri Bahlil Hadapi Tekanan Uni Eropa dan IMF Soal Ekspor Bijih Nikel
Dukungan Mukhtaruddin kepada Menteri Bahlil ini sejalan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Bahlil tidak tunduk kepada tekanan IMF.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Hasiolan Eko Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtaruddin mendukung Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam melawan tekanan dari Uni Eropa dan Dana Moneter Internasional (IMF) terkait dengan kebijakan pemerintah Indonesia menyetop ekspor kebijakan ekspor bijih nikel.
Dukungan Mukhtaruddin kepada Menteri Bahlil ini sejalan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Bahlil tidak tunduk kepada tekanan IMF.
Baca juga: KPK Berencana Selidiki Dugaan Korupsi Ekspor Ilegal 5,3 Juta Bijih Nikel ke Cina
Apalagi, masalah tersebut berkaitan dengan kedaulatan bangsa dan juga untuk meningkatkan pendapatan negara serta lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
“Kami mendukung, IMF tidak bisa dong menekan orang dari sisi itunya, dan kita sudah tidak ketergantungan lagi sama IMF, tidak boleh juga mendikte kita sejauh itu. Kita harus berani melawan,” kata Mukhtaruddin kepada wartawan dikutip Selasa (11/7/2023).
Menurut Mukhtaruddin, arahan Presiden Jokowi agar kedaulatan bangsa ini tetap dijaga dan dipertahankan harus dilakukan oleh semua kementerian, bukan hanya pada Kementerian Investasi.
Hal tersebut, kata politisi Partai Golkar ini agar Uni Eropa dan IMF tidak semena-mena terhadap bangsa yang merdeka, khususnya Indonesia.
“Semua stakeholder harus satu persepsi, satu visi, satu langkah bersama pemerintah untuk melawan imperialisme regulasi yang dilakukan oleh negara-negara seperti WTO atau Uni Eropa dan IMF pada negara kita, gak bisa," ucap Mukhtaruddin.
Baca juga: KPK Koordinasi dengan Bea Cukai Ihwal Dugaan Ekspor Ilegal 5,3 Juta Bijih Nikel ke Cina
"Kita harus memperbaiki pengiriman ekspor kita, salah satunya peningkatan hilirisasi, dengan demikian investasi masuk, lapangan kerja terbuka kemudian pendapatan negara juga akan meningkat, nilai tambah dari hilirisasi,” tambahnya
Dikatakan Mukhtaruddin, kebijakan hilirisasi yang dilakukan oleh pemerintah sejak 2010 lalu membuahkan hasil, dimana nilai ekspor komoditas energi maupun pangan naik signifikan.
Artinya, kebijakan hilirisasi atau menyetop ekspor biji nikel mentah membawa keuntungan besar buat bangsa, baik itu meningkatkannya pendapat, masuknya investasi hingga membuka lapangan kerja.
“Jadi memang ekspor komoditas kita, baik komoditas energi maupun komoditas pangan itu kan naik cukup signifikan, dan tidak banyak pengaruhnya terhadap gugatan WTO soal larangan ekspor konsentrat atau larangan ekspor bahan baku, itu justru memperkuat daya saing kita di ekspor yang barang jadi. Dan ini juga mempengaruhi investasi yang masuk,” ungkapnya.
Lebih jauh Mukhtaruddin mengatakan, pemerintah juga harus menyiapkan berbagai kebijakan yang terus memperkuat keputusan soal hilirisasi yang saat ini mendapat gugatan dan tekanan dari Uni Eropa.
Baca juga: Kalah di WTO, Kemungkinan Pemerintah akan Naikan Pajak Ekspor Bijih Nikel
“Pemerintah yang harus segera mempercepat proses program hilirisasi kita, tidak hanya nikel tetapi juga bauksit, tembaga, emas, timah dan lain-lain. Hasil mineral kita ini harus kita dorong, ada sebuah percepatan kebijakan untuk mendorong hilirisasi. Jadi seirama dengan proses kita melarang adanya ekspor bahan baku konsentrat atau raw material daripada bahan tambang kita,” jelasnya.
Mukhtaruddin pun memastikan Komisi VII DPR RI satu suara terkait kebijakan hilirisasi ini dan siap mendukung pemerintah untuk melawan gugatan baik dari WTO maupun tekanan dari IMF.
“Saya kira kita dukung pemerintah untuk memperkuat diplomasi dan memperkuat argumentasinya di pengadilan banding di WTO itu. Dan kita mendukung langkah pemerintah yang tetap bertahan untuk melakukan banding, dan kita tentu harus tetap mempertahankan, tidak boleh kita kendor dalam artian kalau memang nanti kita kalah di banding, kita ada upaya-upaya lain lagi yang harus kita lakukan,” tegasnya.
“Prinsipnya hilirisasi itu adalah sebuah keharusan yang harus kita lakukan dalam rangka kita memperbaiki perekonomian kita, ini juga dalam rangka kedaulatan dalam mengelola hasil alam kita kan, tidak boleh ada imperialisme regulasi yang dilakukan Uni Eropa yang dilakukan terhadap negara kita yang sudah merdeka,” tutupnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menceritakan ia diminta oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melawan pihak-pihak yang mengganggu kedaulatan Indonesia.
Hal itu disampaikan Jokowi karena berbagai pihak termasuk Dana Moneter Internasional (IMF) menentang Indonesia menyetop kebijakan ekspor bijih nikel sejak 2020.
IMF baru-baru ini mengeluarkan rekomendasi agar Indonesia mengkaji ulang larangan ekspor bijih nikel dan komoditas lainnya. Permintaan itu disampaikan dalam IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia yang dirilis pada Minggu (25/6) lalu.
"Saya tanya bapak presiden. Kata bapak presiden negara ini sudah berdaulat, maju terus dan lawan. (Akhirnya) kita hadapi di WTO, sekarang kita banding," kata Bahlil.
Baca juga: Perkara Larangan Ekspor Bijih Nikel Indonesia Kalah, Ini Langkah yang Akan Ditempuh
Bahlil juga menceritakan masa awal kebijakan larangan ekspor bijih nikel diterapkan. Kebijakan itu dikeluarkan tidak lama setelah Bahlil menjabat menteri. Saat itu, ia juga masih menjadi pengusaha tambang sehingga kebijakan tersebut secara tidak langsung berpengaruh terhadap bisnisnya.
"Waktu itu saya baru menjabat empat hari. Saya waktu itu jadi pengusaha juga, pengusaha tambang," ujar Bahlil.