Bersiap Hadapi Krisis Pangan Akibat El Nino hingga Hengkangnya Rusia dari Kesepakatan Ekspor Gandum
Keluarnya Rusia dari perjanjian ekspor biji-bijian Ukraina lewat Laut Hitam sengaja dilakukan untuk memukul perekonomian negara sekutu di Eropa.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Tercatat di Atlantik Utara, temperatur lautan telah mulai mengalami lonjakan pemanasan, bahkan di bulan Mei lalu suhu permukaan meningkat 1,6 derajat Celcius lebih panas dari biasanya
Tak hanya itu lonjakan suhu juga terjadi di kawasan Uni Eropa, menurut laporan Layanan Perubahan Iklim Copernicus yang beroperasi di bawah Uni Eropa pada awal pekan kemarin suhu rata-rata telah naik hingga 17 derajat Celcius.
Jadi yang terpanas yang pernah dialami setidaknya sejak 1940 atau tahun di mana pencatatan suhu global mulai dilakukan.
“Ada kemungkinan 90 persen dari peristiwa El Nino bertahan hingga paruh kedua tahun ini. Diperkirakan, fenomena iklim itu akan bertahan dengan kekuatan sedang, “ jelas Taalas.
Sebelum PBB mengeluarkan peringatan terkait gelombang El Nino, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) telah lebih dulu memperkirakan bahwa El Nino akan menghantam bumi bagian utara selama musim dingin.
Belum diketahui sampai kapan El Nino tahun ini akan berakhir, namun mencegah adanya pembengkakan kerugian WMO menghimbau pemerintah di seluruh dunia untuk memobilisasi persiapan guna membatasi dampak El Nino terhadap kesehatan, ekosistem, dan ekonomi dunia.
Dampak El Nino
Kehadiran cuaca ekstrim seperti kebakaran, angin topan dan kekeringan parah di Eropa, Amerika, Asia Tenggara hingga Australia akibat El Nino diprediksi akan mempengaruhi kenaikan harga makanan karena adanya ancaman kelangkaan pangan.
Sementara di Indonesia, Kementerian Pertanian RI mengatakan dampak El Nino berpotensi menyebabkan 560.000-870.000 hektare (ha) lahan pertanian jatuh dalam kekeringan kekeringan, dan mengalami gagal panen karena meningkatkan intensitas serangan hama penyakit tanaman.