Bukan Monopoli, Langkah Brand AMDK Nasional Gandeng UMKM adalah Bentuk Kemitraan Strategis
Langkah brand AMDK nasional tersebut merupakan hal yang lazim dan etis di dunia marketing, yakni konsep marketing public relations, dengan strategi
Penulis: Muhammad Fitrah Habibullah
Editor: Anniza Kemala
TRIBUNNEWS.COM - Indikasi black campaign atau kampanye hitam kembali merebak di persaingan industri air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia. Terbaru, jenama AMDK nasional dicecar di sejumlah media massa dan akun media sosial dengan tuduhan melakukan persaingan tidak sehat, yakni pedagang diarahkan untuk mengutamakan menjual produknya.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Ilmu Komunikasi sekaligus Ketua Center for Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy (Centris) Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta, Algooth Putranto menjelaskan, bahwa tudingan praktik persaingan tidak sehat atau monopoli merupakan bentuk tuduhan serius dan bisa berujung konsekuensi hukum jika tidak terbukti kebenarannya.
Sosok yang juga merupakan mantan jurnalis media bisnis ini mengungkapkan, “Ada konsekuensi. Ini sebutannya fabricated news, berita yang diada-adakan. Bahkan meski kasusnya diajukan ke Dewan Pers untuk mediasi, setelah ada permintaan maaf dari media, maka tidak menutup kemungkinan pihak yang masih merasa dirugikan oleh tuduhan monopoli bisa melakukan gugatan ke media tersebut.”
Baca juga: KJEJ Kecam Market Leader AMDK yang Manfaatkan Media Lakukan Kampanye Hitam
Sebagai informasi, sejumlah media memberitakan bahwa terdapat sejumlah lokasi foodcourt di Bogor dan komplek olahraga Gelora Bung Karno yang hanya menjual satu produk AMDK nasional.
Namun menurut salah satu pedagang soto mie di Foodcourt Sempur, Bogor, Solihat, dirinya berjualan produk AMDK tersebut sebagai bentuk terima kasih atas fasilitas berupa tempat layak dan bersih untuk berjualan.
“Saya sebelumnya berjualan di pinggir lapangan basket di tenda yang kumuh. Setelah Foodcourt Sempur dibangun, saya pindah ke sini, gratis. Karena itu saya sangat berterima kasih sudah diberikan tempat berjualan gratis. Sebagai timbal balik, kami mengutamakan menjual beragam produk dari perusahaan terkait,“ ujar Solihat.
Faktanya, perusahaan induk dari produk AMDK tersebut memang telah membantu pembangunan lokasi foodcourt-foodcourt ini untuk memperbaiki kualitasnya tanpa dipungut biaya sepeserpun, sehingga para UMKM yang menjalankan usaha di sana bisa mendapatkan tempat yang lebih bersih dan layak untuk berjualan
Sependapat dengan Solihat, Endang yang berjualan Pempek di Taman Sempur berterima kasih lantaran mendapatkan tempat berjualan gratis di Foodcourt Sempur yang bersih dan nyaman.
“Itu kesadaran kami berterima kasih jadi utamakan menjual produk AMDK nasional. Ini dari kumuh sampai rapi dibangun gratis dari tadinya tenda kumuh. Karena itu saya utamakan jual produk tersebut sebagai tanda terima kasih saya,” ujar Endang.
Baca juga: Diskusi Jurnalis Kupas Indikasi Kampanye Negatif ke Pelaku Industri AMDK
Bukan monopoli, namun kemitraan strategis
Dosen Periklanan dari Univ Muhammadiyah Jakarta, Agus Hermanto menyebutkan bahwa langkah brand AMDK nasional tersebut merupakan hal yang lazim dan etis di dunia marketing, yakni konsep marketing public relations, dengan strategi trade promotions.
“Dengan program Corporate Social Responsibility (CSR), brand tersebut membangun foodcourt gratis untuk pedagang kaki lima. Sebagai apresiasi timbal balik telah dibuatkan foodcourt yang nyaman secara gratis, pedagang mengutamakan menjual produknya di sana. Itu lazim dan etis, kok. Kalau pesaingnya ingin meniru CSR-nya, silakan saja,” tegas Agus.
Masih terkait CSR, Safaruddin Husada, Pengajar di Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta turut menyebutkan bahwa tujuan utama program tersebut adalah membangun opini yang baik dari para stakeholder alias pemangku kepentingan merek tersebut.
“Dalam hal CSR di foodcourt Bogor maka salah satu stakeholdernya adalah UMKM, pedagang tersebut. Jadi ya wajar pedagang tersebut senang karena mendapat benefit CSR dan berujung menjual produknya. Itu normal,” jelas Safaruddin.