Tak Direspon Pemerintah Daerah, Kementerian PUPR Kebanjiran Keluhan Persoalan Properti
Kementerian PUPR mendapat laporan dari konsumen mengenai pengembang properti yang mencederai janji, padahal hal ini bisa diselesaikan di Pemda.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengaku kerap mendapat keluhan dari konsumen perihal properti.
Ia mengatakan, aduan-aduan seperti ini seringkali disebabkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang tak merespons keluhan para konsumen.
Hal tersebut diungkap oleh Direktur Rumah Umum dan Komersial (RUK) Ditjen Perumahan Kementerian PUPR Fitrah Nur dalam acara Sosialisasi Peraturan Kepemilikan Hunian Untuk Orang Asing di Jakarta Selatan, Kamis (3/8/2023).
Baca juga: Pemerintah Permudah Warga Negara Asing Miliki Hunian di Indonesia, Cukup Pakai Paspor
"Banyak pengaduan ke pusat karena pengaduan ke Pemda jarang sekali direspons. Akhirnya mereka langsung ke presiden, ke pak menteri, hal hal yang kecil. Tapi akhirnya jatuhnya ke kami," katanya.
Ia kemudian menceritakan salah satu contoh kasus di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Fitrah mengatakan PUPR mendapat laporan dari konsumen mengenai pengembang properti yang mencederai janji.
"Kami punya kasus di Kabupaten Indramayu. Itu cuma rumah subsidi. Di fleyer-nya ada musala, lapangan voli, dan lapangan bulutangkis. Kemudian setelah tiga tahun, konsumen bersurat ke kita, ada cedera janji dari pengembang. Dari produsen," ujar Fitrah.
Setelah itu, Fitrah mengatakan pihaknya langsung memeriksa ke lokasi dan bertemu dengan Pemda setempat, lebih tepatnya Dinas Perumahan dan Pemukiman. Di sini akhirnya PUPR menemukan masalah lain.
"Satu lagi masalah kita temui. Pemda tidak mengerti lokasi perumahannya di mana. Itu masalah baru juga. Akhirnya kita cek sejumlah kasus, ternyata Pemda, dalam hal ini kabupaten kota, banyak kasih izin itu fokus hanya sampe restribusi perizinan," kata Fitrah.
Ia menyebut, setelah retribusi perizinan, Pemda tidak memantau lebih lanjut dari poses pembangunan, jual beli, penghunian, hingga pengelolaan.
"Nah ini yg kami sampaikan karena hal ini pasti akan terjadi juga ke WNI maupun WNA. Kemudian status tanah. Ini juga kita harus hati-hati. Banyak juga surat ke kami terkait masalah ini," ujar Fitrah.