Pusat Perbelanjaan dan Pasar Tradisional Mulai Terjadi 'Kiamat' Pengunjung
Pusat perbelanjaan harus dapat memiliki dan menyediakan tempat ataupun fasilitas untuk pelanggan melakukan interaksi sosial.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, - Pusat perbelanjaan dan pasar tradisional di sejumlah wilayah mulai ditinggalkan atau 'kiamat' pengunjung, sehingga kondisinya menjadi sepi yang akhirnya banyak toko tutup.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, saat ini kinerja mayoritas pusat perbelanjaan sudah hampir normal kembali, namun ada beberapa yang tingkat kunjungannya tidak meningkat ataupun bahkan memburuk.
Menurutnya, sudah sejak lama fungsi utama pusat perbelanjaan bukan lagi sekedar sebagai tempat berbelanja saja, terutama bagi pusat perbelanjaan yang berlokasi di kota-kota besar.
Baca juga: Jalan-jalan ke Plaza Semanggi di Akhir Pekan, Pengunjung: Kayak Mal Mati
Sehingga, kata Alphonzus, pusat perbelanjaan harus dapat menambahkan fungsi lain dari sekedar sebagai tempat berbelanja.
"Pusat perbelanjaan yang terus menerus hanya mengedepankan fungsi belanja maka akan langsung berhadapan dengan e-commerce. Setelah wabah COVID - 19 mulai mereda maka yang pertama kali dicari oleh masyarakat adalah bukan belanja," ujar Alphonzus saat dihubungi Tribunnews, Senin (7/8/2023).
Menurutnya, keperluan belanja selama pandemi COVID - 19 telah dapat tergantikan oleh e-commerce atau belanja online.
"Setelah PPKM dicabut maka yang pertama kali dicari oleh masyarakat adalah berinteraksi sosial dengan sesamanya secara langsung yang bukan di dunia maya karena itu adalah yang dilarang selama pembatasan yang telah berlangsung sekitar tiga tahun," paparnya.
Ia menyebut, salah satu fasilitas publik untuk tempat masyarakat melakukan interaksi sosial tersebut adalah pusat perbelanjaan.
Jadi jika pusat perbelanjaan tidak memiliki ataupun tidak mampu menyediakan fasilitas tersebut, maka tidak akan dipilih dan akan ditinggalkan oleh para pelanggannya.
Ia menyebut, pusat perbelanjaan harus dapat memiliki dan menyediakan tempat ataupun fasilitas untuk pelanggan melakukan interaksi sosial dengan sesamanya, sehingga fungsi Pusat Perbelanjaan bukan lagi hanya sekedar sebagai tempat belanja.
"Pusat perbelanjaan harus dapat menyediakan ataupun memberikan journey atau experience kepada para pelanggannya, bukan lagi hanya sekedar menyediakan ataupun memberikan fungsi belanja saja. Customer experience ataupun customer journey dapat diciptakan dari konsep gedung dan juga tenant mix," paparnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan, fungsi lain dari pusat perbelanjaan akan selalu berubah dari waktu ke waktu karena sangat erat dengan gaya hidup yang cepat sekali berubah setiap waktu.
Apalagi, Alphonzus melihat masyarakat Indonesia juga memiliki budaya yang senang berkumpul, baik bersama keluarga, sanak saudara, teman, kolega, komunitas dan lain sebagainya.
Maka pusat perbelanjaan harus memiliki fasilitas untuk kebutuhan masyarakat tersebut baik dalam bentuk konsep gedung maupun tenancy mix (kelengkapan campuran atau bauran penyewa).
"Banyak Pusat Perbelanjaan yang mampu dan telah berhasil memberikan fungsi lain dari sekedar fungsi belanja saja sehingga diminati dan banyak dikunjungi oleh masyarakat bahkan tingkat kunjungannya telah mencapai 100 persen," ujarnya.
Secara terpisah, ekonom senior Piter Abdullah menyampaikan, sepinya pengunjung mal pada saat ini karena adanya perubahan masyarakat dalam belanja maupun berwisata.
"Dulu Mangga Dua, Glodok pernah ramai sekali tapi sekarang tidak ada pengunjung. Demikian juga dengan Blok M dan Plaza Semanggi," ucap Piter.
Oleh sebab itu, Piter menilai kondisi ini merupakan tantangan bagi pengusaha dan pengelola mal di berbagai daerah.
"Ini tantangan, bagaimana mereka bisa menjual tempat mereka agar bisa sesuai dengan kebutuhan gaya hidup sekarang ini bahkan masa depan," ucap Piter.
Bagai Mal Mati
Plaza Semanggi pernah menjadi pusat perbelanjaan tujuan para warga Jakarta dan sekitarnya.
Namun, hal tersebut tampaknya kini hanya sebuah kenangan. Pasalnya, Plaza Semanggi saat ini tak lagi seramai dahulu kala.
Pantauan Tribunnews pada Sabtu (5/8/2023), tak tampak adanya keramaian di Plaza Semanggi. Bahkan, saat akhir pekan seperti hari ini, tidak ada kepadatan pengunjung seperti mal lainnya di Ibu Kota.
Sejak memasuki pintu masuk di basemen, hanya ada segelintir pengunjung yang terlihat sedang lalu lalang di dalam supermarket.
Naik satu lantai, situasi mal yang juga dikenal dengan nama Plangi ini semakin memprihatinkan. Toko-toko banyak yang tutup, tak seperti pusat perbelanjaan pada umumnya.
Berjalan lebih dalam ke area tengah, ada sebuah lingkaran bernama Bundaran Plangi yang dikelilingi toko-toko tutup. Ada salah satu toko yang masih terpajang nama penyewanya, yaitu "Pakalolo Boots".
Naik satu lantai, suasana Plangi sedikit lebih hidup. Kebetulan, sedang ada acara pameran seni di salah satu sisi mal. Ada beberapa orang yang mondar mandir di sekitarnya.
Selain itu, ada juga beberapa bazar di tengah jalanan lantai tersebut, serta beberapa ruangan juga dipakai untuk berjualan barang diskon.
Suasana tak terasa begitu sepi karena alunan musik yang disetel pihak mal melalui pengeras suara. Berbagai lagu kebangsaan diputar non stop.
Meski begitu, ketika naik ke lantai satu, lalu lalang pengunjung kembali sirna. Ditemani hanya dengan alunan musik dari pengeras suara, hanya ada segelintir toko yang buka.
Khusus di lantai ini, petunjuk dari mal menyebutkan toko-toko fesyen serta kecantikan bisa ditemukan oleh pelanggan.
Baca juga: Emiten Pusat Perbelanjaan PAMG Optimistis Kinerja Keuangan Pulih pada Tahun Ini
Namun, hasilnya nihil karena sejauh pemantauan Tribunnews, hanya ada satu studio kecantikan yang melayani jasanya saat akhir pekan ini.
Sama halnya dengan di lantai dua. Tak banyak toko elektronik yang menawarkan dagangannya. Penjualnya juga rata-rata hanya duduk memandang gawainya masing-masing karena tak ada pengunjung yang dilayani.
Tribunnews menghampiri satu kios yang diisi oleh ekspedisi ternama di Indonesia. Di situ, dijaga oleh seorang pria bernama Adi.
Adi mengaku bahwa sepinya Plaza Semanggi terjadi sejak shopping online mulai marak di Indonesia. Hal itu diperparah ketika pandemi Covid-19 melanda.
Ia bercerita, dulu sebelum pandemi bisa melayani 30 orang dalam sehari. Sekarang, paling banyak hanya 20 orang, dengan rerata 5 orang setiap harinya.
"Sebelum pandemi lebih ramai. Bisa 30 orang. Sekarang paling 3 sampai 5 orang. Kalau lagi ramai 20 orang. Satu orang bisa 10 paket sendiri," ujar Adi.
Hari-hari Adi lewati hanya seorang diri. Bekerja setiap hari dari Senin hingga Sabtu, ia mengaku hanya memiliki gawai dan komputer di depannya yang menemani dia.
Bahkan, Adi mengaku petugas keamanan juga jarang menyambangi sekelilingnya. Ada satu tempat membuat tato yang buka di seberang tempat Adi bekerja, tetapi itu hanya buka pada saat tertentu.
Untuk membunuh kesepian ini, ia pun memanfaatkan sejumlah fasilitas di sekelilingnya seperti komputer untuk bermain catur.
"Ya paling nyanyi-nyanyi. Main catur di komputer. Kadang shalawatan," kata Adi.
Kesepian yang dirasakan Adi ternyata juga dirasakan oleh pengunjung bernama Vina dan Nurul.
Mahasiswi asal Universitas Negeri Jakarta ini hendak pergi ke bioskop di Plaza Semanggi untuk menonton film Ketika Harus Berhenti Di Sini.
Vina mengatakan, kesan pertama dia ketika masuk ke Plaza Semanggi adalah mal ini seperti mal mati karena saking sepinya di lantai bawah.
"Iya sepi banget. Kan kebetulan kita baru di sini dan kita lihat kok kayak mal mati. Yang di bawah sih, tapi pas ke lantai atas ada orang," katanya.
Senada dengan Vina, Nurul menyebut hal serupa soal Plaza Semanggi. Meski di lantai-lantai atas sudah mulai ditemukan pengunjung, tetapi menurutnya masih tergolong sepi.
Adapun alasan mereka memilih menonton di bisokop di Plaza Semanggi karena akses transportasi umum yang mudah, yaitu melalui Halte Transjakarta Bendungan Hilir. Lalu, harga tiketnya juga disebut relatif murah.
Apa yang dikatakan kedua mahasiswi tersebut benar adanya. Lantai 4 yang menghubungkan pengunjung dengan eskalator ke lantainya bioskop, tampak lebih ramai dibanding lantai-lantai bawahnya.
Ada beberapa kelompok pengunjung sedang berjalan dari kedua arah, tetapi hal tersebut tak bisa menghilangkan fokus dari banyaknya tempat duduk yang kosong di restoran di sisinya.
Pujasera yang terletak dekat dengan eskalator untuk bioskop ini juga terpantau sepi. Meski diisi oleh restoran cepat saji ternama, tak banyak orang yang makan di pujasera ini.
Penjelasan Pengelola
Perwakilan Lippo Malls Group menanggapi kabar soal salah satu mal miliknya, yakni Plaza Semanggi, yang kini sepi pengunjung.
Corporate PR and Reputation Management Lippo Malls Nidia N Ichsan mengakui, jumlah pengunjung merosot karena jumlah gerai yang masih beroperasi di mal tersebut juga sudah sangat sedikit.
Menurut dia, hal itu disebabkan rencana renovasi yang akan dilakukan pihak pengelola.
"Nah yang bawah tadinya kita "cut" dulu, enggak disewakan dulu sampai itu direnovasi. Jadi ya kita diamkan dulu karena memang dalam perencanaan renovasi," ujar Nidia saat ditemui Kompas.com di Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).
Kendati begitu, Nidia meminta masyarakat yang mungkin tengah menantikan kabar "kebangkitan" mal ini agar bersabar terlebih dulu.
Sebab, kata dia renovasi merupakan suatu proses yang panjang dan butuh waktu lama.
Mulai dari mengurus perizinan, desain, hingga berbagai permasalahan lain yang dihadapi pengelola dengan sejumlah tenant. Terlebih Lippo Malls Group berstatus sebagai penyewa.
Sedangkan pemilik gedung Plaza Semanggi adalah Legiun Veteran Republik Indonesia, yang berada satu bangunan dengan Plaza Semanggi.
"Pemilik gedungnya bukan kita, tapi Veteran, kita menyewa. Nah kalau kita merenovasi, kita harus ijin enggak sama yang punya? Yang punya bakal nanya enggak, 'seperti apa kamu akan merenovasi, kamu mau jadikan apa, planningnya seperti apa?' Nah dalam tahap ini kita berhitung," tutur dia.
Nidia memastikan, begitu rencana renovasi dan desain sudah final, pengelola akan mengumumkannya kepada publik.
"Jadi kita renovasi nanti dibuat seperti apa, pasti kita sampaikan. Cuma memang saat ini banyak PR harus kita selesaikan untuk menuju Plaza Semanggi yang baru dan kita berharap Plaza Semanggi yang baru ini jauh lebih modern," pungkas dia.
Pasar Tradisional Ikut Sepi
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, mengungkapkan turunnya minat pembeli di pasar tradisional merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang dinilai belum normal.
Menurutnya, hal itu terlihat dari pertumbuhan konsumsi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sebelum Covid-19 stabil di angka 5 persen, namun turun drastis di 2021 hingga kini masih berada dibawah 5 persen.
"Kemudian kondisi kita kembali normal tapi sebenarnya kita masih berada di bawah standar nya atau di bawah levelnya. Sekarang berada di bawah 5 persen. Artinya apa, meskipun kita mengalami perbaikan sebenarnya jauh ya dibawah sebelum Covid-19," kata Tauhid dalam Tribun Corner, dikutip Senin (7/8/2023).
Tauhid juga menyoroti perubahan siklus belanja di kalangan masyarakat imbas pandemi Covid-19. Pasalnya, sebagian besar masyarakat berbelanja menggunakan platform e-commerce.
Terlebih, persaingan antara pasar tradisional dan platform e-commerce kerap terjadi dengan adanya beragam diskon biaya pengiriman maupun diskon produk.
"Jadi perubahan-perubahan dalam masa Covid-19 yang membawa orang semakin berbelanja melalui digital. Apakah e-commerce ataupun media TikTok dan media sosial itu menjadi alternatif pilihan utama," jelasnya.
Selain itu, Tauhid menyampaikan, penurunan pengunjung memang kerap terjadi jika memasuki bulan Juni hingga Juli. Pasalnya, pada waktu tersebut yang menjadi prioritas utama bagi masyarakat adalah belanja kebutuhan untuk anak-anak sekolah.
"Pada saat sekarang ini adalah untuk kebutuhan anak sekolah. Apakah bayar katakanlah biaya tahunan, SPP ataupun kebutuhan perlengkapan sekolah. Sehingga prioritas masyarakat adalah untuk kebutuhan sekolah sampai nanti Agustus. Sehingga memang beberapa kebutuhan lain tambahan itu tidak terlalu diprioritaskan untuk saat ini," tutur dia.
Di sisi lain, Tauhid melihat bahwa keyakinan konsumen melemah pada Juni 2023. Bahkan penurunan pengeluaran hampir terjadi di semua kelompok.
"Kalau kita lihat ini negatif. Jadi memang penahan konsumsi memang terjadi pada saat bulan ini dibandingkan bulan lalu," ucap dia.
"Saya kira memang mereka melakukan upaya memilih mana prioritas pengeluaran atau konsumsi yang paling pokok bagi mereka. Memang tadi saya sampaikan Juni Juli ini banyak kebutuhan-kebutuhan untuk pemenuhan kebutuhan anak-anak," sambungnya.
Pasar Cipulir
Asal tahu saja, baru-baru ini viral di media sosial suasana sepi Pasar Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Seorang perempuan merekam suasana sepinya suasana pasar menggunakan ponsel.
Sambil merekam, terdengar suara perempuan menjelaskan kondisi suasana pasar.
"Guys, ini Pasar Cipulir ya Guys. Tolong lihat guys keadaan pasar ini, guys. Enggak ada orang sama sekali ya guys. Bagaimana ini. Yang ada orang-orang pegawai doang. Semua duduk main HP guys, Ini bapak tukang sate cari pelanggan dia," ujarnya dikutip dari Tribun Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Setelah itu, si perekam dengan nada agak tinggi kembali mengatakan kondisi tersebut.
"Sedih kan guys, semuanya pasar offline pada duduk nongkrong main hp dari pagi sampai jamnya tutup. Ayo pasar kayak begini," ujarnya seperti dikutip dari @csafashion di TikTok.
Pasar Palmerah
Sementara itu, seorang pedagang di Pasar Palmerah Jakarta Barat kepada Tribunnews.com, Kamis (4/8/2023) juga mengakui sejak pandemi Covid-19 pasar itu sepi dari pembeli.
Berbeda sebelum pandemi Coivid-19 melanda, pasar tersebut selalu ramai.
"Sampai sekarang pedagang di sini mengeluh pembeli turun terus. Kalau begini dua bulan ke depan pasar bisa tutup," ujarnya.
"Tadi ngobrol-ngobrol dengan sesama pedagang, sangat sepi pembeli. Hampir semua ngalamin," kata dia menambahkan.
Dia mengakui saat ini banyak orang yang membeli aneka macam kebutuhan melalui pasar online.
"Lah orang pasar sini aja belinya di online. Lihat aja itu banyak yang nganterin paket," kata dia.
Pasar Tanah Abang
Tak hanya itu, seorang pedagang pakaian sekolah yang enggan disebutkan namanya mengatakan, tutupnya puluhan kios Blok G Pasar Tanah Abang itu sebagai imbas dari Pandemi Covid-19 yang melanda tanah air.
"Semenjak Corona sampai sekarang," ujarnya kepada Tribunnews, Jumat sore.
Perempuan yang memakai kerudung putih itu mengaku, pedagang kios tak mampu membayar sewa. Terlebih, harga sewa dalam setahun berkisar Rp 10 juta hingga Rp 22 juta.
"Harga sewa sih beda-beda ada yang Rp 10 juta per tahun. Kalau kiosnya gede kayak dua toko itu mahal. Kalau kayak gini satu toko murah. Tergantung dari tokonya," jelasnya.
Di sisi lain, Manajer Unit Pasar Tanah Abang M. Yamin mengatakan, sebagian pedagang justru berpindah di bahu jalan.
"Ada sebagian (berpindah) mereka kan ga mungkin kita kasih tempat. Orang tempat kita ada. Mereka ada sebagian," jelasnya.