Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ekonom Sebut Hilirisasi Nikel Cuma Untungkan China, Stafsus Menkeu Merespons

Kementerian Keuangan dan Kemenko Marves bantah pernyataan ekonom Faisal Basri terkait tudingan hilirisasi nikel cuman untungkan China.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Ekonom Sebut Hilirisasi Nikel Cuma Untungkan China, Stafsus Menkeu Merespons
Tribunnews/Nitis
Ekonom senior INDEF Faisal Basri 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan dan Kemenko Marves membantah pernyataan ekonom senior Institute for Development of Economic Finance (Indef) Faisal Basri yang menuding hilirisasi nikel cuma menguntungkan industrialisasi China.

Staf Khusus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo tegas membantah tudingan Faisal ihwal smelter nikel China tidak dikenai pungutan pajak.

Ia menjelaskan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022, pemerintah telah mengatur tarif PNBP sumber daya alam dan royalti atas nikel serta produk pemurniannya.

"Bang @FaisalBasri yang baik, saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti. Anda keliru ketika bilang tidak ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian," kata Prastowo dikutip dari akun Twitter pribadinya @prastow, Senin (14/8/2023).

Prastowo menjelaskan, pengelolaan mineral diarahkan untuk mendukung hilirisasi sebagaimana amanat UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.

Baca juga: Faisal Basri Sebut Hilirasi Nikel Untungkan China, Dibantah Anak Buah Sri Mulyani dan Luhut

Lewat kebijakan ini pemerintah telah melakukan dua hal.

Berita Rekomendasi

Pertama, melakukan pelarangan ekspor bijih nikel sejak tahun 2020. 

Kemudian, memberlakukan tarif royalti yang berbeda bagi para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Royalti memang pungutan yang secara konsep dan aturan dikenakan terhadap eksploitasi sumber daya alam. Ini berlaku umum. Untuk izin Usaha Industri pungutannya tentu bukan royalti, melainkan bea keluar (saat impor) dan pajak-pajak lain (PPh, PPN, Pajak Daerah dll),” jelas Prastowo.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto juga membantah tudingan Faisal Basri.

Baca juga: CKB Logistics Rambah Industri Nikel untuk Maksimalkan Potensi Pasar

Seto menegaskan, pernyataan itu menunjukan bahwa Faisal tidak memahami aturan tax holiday di Indonesia sehingga sampai pada kesimpulan yang keliru.

“Di sini Faisal Basri tidak memahami ketentuan tax holiday di Indonesia sehingga mencapai kesimpulan yang salah. Tax holiday 20 tahun diberikan dengan investasi sebesar Rp30 triliun atau lebih."

"Jika kurang dari itu maka akan menyesuaikan periodenya, antara 5-15 tahun. Insentif tax holiday ini hanya untuk PPh Badan, pajak-pajak lainnya tetap harus dibayar,” jelas Seto.

Seto menjelaskan, penerimaan pajak tahun dari sektor hilirisasi nikel pada 2022 sebesar Rp17,96 triliun atau naik sebesar 10,8 kali lipat dibandingkan tahun 2016 yang hanya sebesar Rp1,66 triliun.

Sementara pendapatan PPh Badan di sektor ini pada 2022 sebesar Rp7,36 triliun atau naik 21,6 kali lipat dibandingkan tahun 2016 yang hanya sebesar Rp0,34 triliun.

Baca juga: Faisal Basri Sanggah Jokowi soal Hilirisasi Nikel Beri Untung Rp 510 T: Angka-angkanya Tidak Jelas

“Analisis yang disampaikan Faisal Basri dalam menyanggah statement Presiden Jokowi terkait dengan perpajakan ini juga salah. Dari data di atas, telah terjadi peningkatan pajak yang cukup signifikan dari sektor hilirisasi ini,” tutur Seto.

Ia kemudian menyanggah tudingan Faisal yang menyebut 90 persen keuntungan hilirisasi nikel hanya dinikmati China.

Kata Seto, Faisal semestinya ikut menghitung besaran sumber daya yang dikeluarkan tiap smelter dalam memproduksi feronikel.

Sumber daya untuk produksi nikel ini meliputi tenaga kerja, teknologi, listrik dan bahan baku lainnya.

Berdasarkan analisisnya, dari 100 persen nilai produk smelter, kontribusi bijih nikel adalah 40 persen, 12 persen laba operasi yang bisa dinikmati investor, dan 48 persen adalah sumber daya tambahan untuk mengolah bijih nikel tersebut.

Baca juga: Kasus Korupsi Tambang Nikel, PT KKP Sebut Kejaksaan Sita 11 Rekening Koran

“Dari 48 persen angka tersebut, 32 persen dinikmati oleh para pelaku ekonomi di dalam negeri dalam bentuk batubara (untuk listrik), tenaga kerja, dan bahan baku lain sehingga hanya 16 persen yang dinikmati oleh pihak supplier dari LN (luar negeri),” terang Seto.

Berdasarkan hitungan itu, nilai tambah yang dinikmati oleh pihak investor dan supplier hanya sebesar 16 persen ditambah komponen laba operasi 12 persen, sehingga menjadi 28 persen.

Sementara, nilai tambah yang dinikmati oleh dalam negeri adalah 32 persen atau secara proporsi mencerminkan sekitar 53 persen dari seluruh nilai tambah hilirisasi nikel.

“Nilai tambah dalam negeri akan lebih besar jika pihak investor asing tersebut melakukan reinvestasi di dalam negeri, sudah tidak mendapatkan tax holiday, atau bahkan ada keterlibatan investor lokal,“ pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas