Utang Rafaksi Migor Pemerintah Tak Kunjung Rampung, Aprindo Sempat Dipanggil Kemenkopolhukam
Roy Nicholas Mandey mengaku dipanggil Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan terkait utang rafaksi minyak goreng
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengaku dipanggil Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) terkait utang rafaksi minyak goreng punya pemerintah.
Roy mengatakan, ia dipanggil Kemenkopolhukam untuk menceritakan detail dari permasalahan ini dari awal hingga yang terkini.
Akhirnya, setelah menceritakan semua hal, Aprindo, Kementerian Perdagangan, BPDPKS, Kejaksaan Agung, BKPK, dan Kantor Staf Presiden dipanggil ke kantor Kemenpolhukam.
Baca juga: Aprindo Peringatkan Imbas Bila Pemerintah Tak Bayar Utang Rafaksi Migor: Berdampak pada Stok Barang
Namun, saat hari mereka dikumpulkan di Kemenkopolhukam, pihak Kementerian Perdagangan justru tak hadir.
"Besokannya baru datang Dirjennya. Katanya undangannya terselip, susah, tidak terbaca," kata Roy dalam konferensi pers di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, dikutip Sabtu (19/8/2023).
Pada pertemuan berikutnya di Kemenkopolhukam, tanpa pelaku usaha, Kemendag akhirnya datang.
Roy mengatakan, info yang ia dapat adalah Kemenkopolhukam akan menyampaikan perihal utang migor ini ke pimpinan tertinggi di Kemendag.
"Singkat cerita lagi, dalam pembicaraan audiensi itu ada BPKP, yang minta waktu kepada Kemenkopolhukam untuk menguatkan legal opinion (LO) yang diminta oleh Kemendag, dan akhirnya BPKP juga mengeluarkan LO bahwa PT Sucofindo (yang mengaudit jumlah utang harus dibayar) layak dan sesuai dan tidak perlu diaudit lagi," ujar Rey.
Saat ini, kata dia, kondisinya Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan LO, BPKP juga sudah, dan Kemenkopolhukam telah berkomunikasi.
"Waktu itu ada 6 deputi (Kemenkopolhukam), salah satu deputinya selevel dengan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag atau eselon 1. Itu yang terus berkomunikasi," ujar Roy.
"Sampai sekarang masih ada proses-proses komunikasi yang dijalankan dan tetap bagi kami satu kata saja, tidak ada kepastian atau belum ada kepastian," lanjutnya.
Meski masih belum juga mendapat kepastian kapan utangnya akan dibayar, ia tetap mengapresiasi kantor Kemenkopolhukam dan seluruh jajarannya.
Baca juga: Utang Rafaksi Minyak Goreng Akan Dibahas di Rakortas Tingkat Menteri, Kemendag Pastikan Tetap Bayar
"Terakhir kami dengar bahwa diharapkan ada permintaan surat dari Kemendag untuk menyurati Kemenkopolhukam supaya untuk difasilitasi urusan rafaksi," kata Roy.
"Nah mungkin surat itu belum sampai, belum diberikan ke Pak Mendag dan lain sebagainya, sehingga proses komunikasi nya masih berjalan," sambungnya.
Sebagai informasi, persoalan utang rafaksi minyak goreng yang belum dibayar pemerintah kepada peritel tak kunjung selesai.
Masalah ini pertama kali mencuat ketika utang penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian atau rafaksi minyak goreng senilai Rp344 miliar pemerintah kepada peritel tak dibayarkan.
Awalnya, utang ini ada karena saat terjadi kelangkaan minyak goreng pada Januari 2022, pemerintah menugaskan Aprindo dan anggota di dalamnya untuk menjual minyak goreng di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter. Padahal, saat itu minyak goreng di pasaran dijual di atas itu.
Maka dari itu, pemerintah akan menanggung rafaksinya atas selisih harga pokok pembelian pada harga ke-ekonomian dengan harga penjualan di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter seluruh tipe kemasan Migor.
Namun, setelah pergantian menteri dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan, Aprindo tak kunjung mendapatkan uang selisih yang dijanjikan Kementerian Perdagangan.
Malahan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut tak ada landasan hukum bagi pihaknya untuk membayar utang tersebut.
Baca juga: Tuntaskan Utang Rafaksi Minyak Goreng, Kemendag Minta Solusi ke Kemenkopolhukam
Akhirnya, Aprindo menempuh banyak jalan untuk memperjuangkan agar utangnya dibayar. Mereka melakukan audiensi dengan Kantor Staf Presiden dan RDPU dengan DPR.
Adapun tagihan yang harus dibayar pemerintah kepada Aprindo sebesar Rp344 miliar melalui dana BPDPKS. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga meminta pemerintah membayarnya.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun mengatakan akan membayar utang ini setelah legal opinion (LO) dari Kejaksaan Agung.
Setelah LO tersebut keluar, Kemendag diminta untuk membayarnya. Namun, mereka kemudian masih meminta PT Sucofindo untuk melakukan verifikasi pada angkanya. BPKP juga diminta untuk memeriksanya.
Hingga kini, sampai hasil dari pemeriksaan BPKP keluar, yang mana disebutkan pemerintah harus membayarnya, Aprindo belum kunjung mendapatkan utang mereka.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.