Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pertalite Diganti Pertamax Green 92, Harga Bakal Tetap Rp10.000? Ini Kata Pertamina dan Menteri ESDM

Produk Pertamax Green 92 merupakan BBM Pertalite yang dicampur dengan 7% etanol (E7).

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Pertalite Diganti Pertamax Green 92, Harga Bakal Tetap Rp10.000? Ini Kata Pertamina dan Menteri ESDM
TRIBUN JABAR/Gani Kurniawan
Petugas mengisi motor pelanggan dengan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Jawa Barat. PT Pertamina (Persero) mengusulkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yakni Pertalite pada tahun depan diganti dengan Pertamax Green 92. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, pihaknya belum mengkaji lebih lanjut terkait adanya usulan penghapusan produk BBM dengan kadar oktan terendah milik Pertamina, yakni Pertalite.

Pertamina saat ini tengah mengkaji untuk meningkatkan kadar oktan BBM Subsidi RON 90 menjadi RON 92.

Hal tersebut dilakukan dengan mencampur Pertalite dengan Ethanol 7 persen sehingga menjadi Pertamax Green 92.

Baca juga: Wacana Pertalite Dihapus Tahun Depan, Analis Kebijakan Publik: Masyarakat Kelas Bawah Akan Menangis

Menurut Arifin, pencampuran Pertalite dan Ethanol bakal memakan biaya produksi yang lebih tinggi. Namun di satu sisi, Pertalite merupakan BBM bersubsidi.

"(Kalau ditambah bioetanol) ya bagus. (Tapi biaya ongkos produksi) jadi naik. Siapa yang mau bayar?" ucap Arifin di saat ditemui di Gedung DPR-RI Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Menurutnya, berbeda halnya dengan Pertamax yang merupakan BBM nonsubsidi, sehingga formula terkait harga penjualan dapat diatur oleh Pertamina.

"Jadi memang ini perbedaan pertamax dan pertalite, gara-gara harga crude (minyak mentah) makin naik, Pertamax kan nonsubsidi, biaya produksi juga naik. makanya gap juga tinggi," papar Arifin.

Pemerintah Diminta Berhati-hati

Berita Rekomendasi

Sementara itu, Analis Energi Institute of Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna mengatakan, Indonesia pernah beranjak ke biodiesel untuk menekan impor, tetapi dengan subsidi yang sangat besar sekitar Rp 40 triliun hingga Rp 50 triliun per tahun.

“Harus diperjelas adopsi bioetanol ini untuk kepentingan apa, dan bila ada disparitas harga, siapa yang akan menanggungnya,” ujarnya kepada Kontan.co.id lewat pesan teks.

Berdasarkan Harga Indeks Pasar ESDM, harga bioetanol kerap berfluktuasi dari kisaran Rp 11.500 sampai mendekati Rp 14.800 per liter.

Baca juga: Apa Itu Pertamax Green 92? BBM Pengganti Pertalite yang akan Dihapus Tahun Depan

Putra menyebut, setidaknya ada dua hal yang perlu diawasi jika rencana Pertamax Green 92 untuk menggantikan Pertalite jadi dieksekusi.

Pertama, kejelasan harga dan siapa yang akan menanggung bila ada harga lebih tinggi dan berfluktuasi.

Kedua, keberlanjutan bahan baku bioethanol juga harus jelas. Apa saja bahan dasarnya, efek samping seperti kompetisi dengan pangan, dan resiko pembukaan lahan harus menjadi perhatian.

Terlepas dari pro dan kontra, adopsi biodiesel berlandas pada sektor kelapa sawit yang sudah lama terbangun. Namun, lanjut Putra, hal ini sangat berbeda untuk bioetanol karena Indonesia adalah salah satu importir gula terbesar dunia, bahkan bisa melebihi China, dan baru akan memulai membangun industrinya.

“Biodiesel juga ditopang dana bea ekspor produk sawit dan konteksnya akan berbeda untuk bioetanol,” terangnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas