Asia Darurat Pangan, Harga Beras Dunia Sentuh Level Tertinggi, Bagaimana Antisipasi Bulog?
Harga beras di pasar Asia naik hingga menyentuh level tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Enam pekan sejak Perdana Menteri India Narendra Modi memberlakukan pengetatan ekspor beras basmati, harga beras di pasar Asia naik hingga menyentuh level tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
“Harga beras di Asia melonjak kembali mendekati level tertinggi dalam hampir 15 tahun pada tanggal 30 Agustus setelah India menerapkan lebih banyak pembatasan pada beras pratanak dan basmati,” jelas Peter Timmer, Profesor Emeritus Harvard, yang mempelajari ketahanan pangan dunia, Minggu (3/9/2023).
Pembatasan ekspor beras jenis non basmati, awalnya dilakukan PM Modi untuk menyelamatkan stok beras dalam negeri yang mulai mengalami penyusutan usai petani India dilanda gagal panen akibat gelombang panas yang mencapai 46 derajat celcius.
Namun seusai pembatasan ekspor beras diberlakukan, sejumlah negara eksportir beras dunia mulai melakukan langkah serupa. Thailand misalnya yang akhir Agustus kemarin resmi membatasi ekspor komoditas beras.
Menyusul yang lainnya, Myanmar juga turut melarang ekspor beras mulai 1 September 2023. Hal tersebut dilakukan lantaran mereka khawatir produksi negaranya akan kewalahan menghadapi permintaan pasar global di tengah ancaman gelombang panas El Nino.
“Kita hanya bisa melihat seberapa lama India akan memberlakukan pembatasan. Makin lama pemberlakuan pelarangan ekspor makin sulit bagi para eksportir lain untuk menutupi kekurangan pasokan,” kata Peter Clubb, analis pada Dewan Biji-bijian Internasional (International Grains Council/IGC) di London, Inggris.
Imbas tekanan ini, komoditas beras di Asia kini semakin langka. Bahan indeks harga beras di Badan Pangan Food and Agriculture Organization (FAO) ikut melonjak naik sebesar 129,7 persen.
Berbagai cara telah dilakukan sejumlah negara Asia untuk mencegah terjadinya krisis pangan, seperti pemerintah Guinea dan Singapura yang berupaya keras melobi Perdana Menteri Narendra Modi, agar negara Bollywood itu memperlonggar larangan ekspor beras non-basmati pada Singapura.
Baca juga: Inflasi Harga Beras Tembus 13 Persen, BPS Ungkap Sejumlah Penyebabnya
Demi mencegah terjadinya kelangkaan beras, pemerintah Filipina terpaksa membatasi harga beras di seluruh negeri karena kenaikan biaya eceran yang semakin mengkhawatirkan.
Berbanding terbalik dengan negara-negara besar di Asia yang tengah dilanda ancaman krisis pangan, Vietnam justru mengklaim bahwa pasokan berasnya tahun ini relatif aman dan sanggup melampaui target produksi yakni tembus 43 juta ton.
Untuk mencegah terjadinya lonjakan ekspor yang dapat mengancam stabilitas pasokan dalam negeri, pemerintah mulai memberlakukan batasan harga beras dengan menaikan harga beras ekspor dari 525 dolar AS menjadi 590 dolar AS per ton.
Inflasi Harga Beras
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya pergerakan inflasi harga beras yang cukup tinggi, khususnya pada tingkat eceran. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, inflasi harga beras meningkat sebesar 13,76 persen jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
"Meskipun secara umum terjadi deflasi di tingkat nasional, beras tetap mengalami inflasi. Setelah sempat tinggi di bulan Februari dan melandai di Mei, Juni, dan Juli, namun pada Agustus ini inflasi beras kembali mengalami peningkatan," kata Pudji.
Baca juga: Update Harga Pangan per 1 September: Beras, Gula, hingga Minyak Goreng Melonjak Tajam
"Harga Beras eceran pada bulan Agustus 2023 meningkat secara bulanan dan tahunan. Harga Beras eceran meningkat 1,43 persen secara month to month, dan naik 13,76 secara year on year," sambungnya.
Pudji mengungkapkan, inflasi harga beras pada Agustus 2023 dapat dikatakan sebagai salah satu inflasi tertinggi secara tahunan. Sebelumnya, inflasi tertinggi pernah terjadi pada tahun 2015 yakni sebesar 13,44 persen.
"Secara tahunan inflasi beras Agustus 2023 ini merupakan inflasi tahunan tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Terakhir kali inflasi beras year on year yang juga tinggi terjadi pada Oktober 2015 sebesar 13,44 persen," kata dia.
Baca juga: Harga Beras Masih Naik Capai Rp15.100 per Kilogram, Simak Pantauan Bahan Pangan 29 Agustus
Dia membeberkan sejumlah faktor yang membuat harga beras melambung tinggi. Yakni adanya penawaran harga gabah yang tinggi di tingkat penggilingan.
Kemudian, terdapat pula faktor lainnya yakni jumlah produksi beras yang terus berkurang imbas telah lewatnya musim panen.
"Kenaikan beras ini sudah terjadi sejak level di tingkat produsen, yakni adanya kenaikan harga gabah baik gabah kering panen atau pun gabah kering giling. Diantaranya karena adanya persaingan penawaran harga oleh pembeli gabah," papar Pudji.
"Sementara di sisi lain, jumlah produksi beras juga cenderung berkurang, karena sudah
melewati masa panen. Diketahui kan terjadi di bulan Juli," pungkasnya.
Amankan Stok
Mengantisipasi krisis pangan Asia, stok beras Indonesia diklaim aman. Bulog meminta agar masyarakat tak menimbun dan tidak belanja berlebih.
Bulog juga saat ini tengah menggelontorkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan(SPHP) di pasar tradisional dan ritel modern yang dibanderol Rp47 ribu per 5 kilogram.
"Saya perlu sampaikan pada seluruh masyarakat, khususnya yang memerlukan beras, ini tidak usah takut. Datang saja ke pasar-pasar. Bulog sudah menyiapkan semuanya ini. Jadi beras SPHP ini ada di seluruh pasar," kata Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.
Dibekali stok cadangan beras pemerintah yang dikuasai Bulog saat ini sebanyak 1,6 juta ton, Buwas memastikan masyarakat tidak perlu khawatir akan keberadaan stok beras.
"Bulog memiliki stok yang sangat aman untuk kebutuhan stabilisasi harga beras sepanjang tahun," ujarnya.
Dia menyebut penyaluran beras SPHP yang sudah berjalan mulai awal tahun ini akan digencarkan melalui para pedagang pengecer.
"Untuk itu kami perlu lihat langsung dan memastikan program ini berjalan tepat sasaran,” ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya senantiasa memantau secara terus menerus situasi sekarang ini. Perum Bulog juga akan menyediakan beras SPHP tak hanya dalam bentuk kemasan 5 kilogram, tapi juga 1 kilogram.
Buwas mengatakan, hal itu sebagai upaya pihaknya menyediakan alternatif bagi masyarakat yang tak bisa membeli beras SPHP kemasan 5 kilogram.
"Bulog juga akan membuat packaging yang 1 kilogram. Jadi masyarakat yang nanti tidak bisa membeli 5 kilogram, akan diberikan yang nanti 1 kilogram," kata Buwas.
Ia mengatakan, akan secepatnya melakukan pendistribusian dari beras SPHP kemasan 1 kilogram.
"Pokoknya kita akan secepatnya dan akan sesuaikan. Kita kan sudah ada produksinya 1 kilogram, tinggal nanti kita edarkan kebutuhan masyarakat seperti apa yang sekarang ada," ungkapnya.
Saat ini, Bulog tengah mengkonsentrasikan pendistribusian beras SPHP dengan kemasan 5 kilogram. Nantinya, untuk yang 1 kilogram, akan disuplai ke warung-warung.
"Yang kita konsentrasikan adalah 5 kilogram ini. Masyarakat ini kan membutuhkannya
yang 5 kilogram untuk satu minggu minimal ya. Kita penuhi dulu," ujar Buwas.
"Nanti kalau di warung-warung yang butuh 1 kilogram. Dulu kan saya pernah buat juga
sama yang 250 gram, tapi ternyata masyarakat tidak membutuhkan itu. Nah sekarang
mungkin butuh itu bisa kita adakan lagi," lanjutnya.
Untuk harga kemasan 1 kilogram ini, ia mengatakan akan dibanderol Rp9.450 sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET). Buwas juga mengungkap alasan Bulog tak lagi mendistribusikan beras dalam bentuk curah atau 50 kilogram.
Ia berujar, dari pengalaman yang terdahulu, jika didistribusikan secara curah, akan berdampak pada harganya di lapangan. Adapun saat ini yang didistribusikan oleh Bulog adalah beras premium dengan nama beras SPHP. Harganya Rp47 ribu per 5 kilogram.
"Kita tidak lagi mendistribusikan dengan bentuk curah atau 50 kg karena pengalaman yang sudah-sudah, kalau kita mendistribusikan dengan 50 kg atau bentuk curah, pasti jadinya harganya mahal di lapangan. Apa lagi beras Bulog sekarang itu premium," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menilai kenaikan harga beras di dalam negeri dipicu oleh produksi beras yang turun.
Menurut dia, ini hal lazim setiap musim panen beras di semester dua.
"Pada saat semester dua, produksi kita itu pastinya turun di bawah semester satu. Jadi semester dua sudah pasti turun. Kemudian ada beberapa isu seperti El Nino dan lain-lain. Itu dampaknya akan (terasa) tiga bulan ke depan," kata Arief.
Penurunan produksi ini disebut akan terjadi hingga akhir tahun. Sehingga, di situ cadangan beras pemerintah akan digelontorkan.
"Kalau dulu kita mau menggelontorkan itu mikir stoknya ada atau enggak, tapi hari ini Bulog punya stok 1,6 juta ton dan yang akan segera masuk lagi 400.000 ton," ujar Arief. "Ini perintahnya Pak Presiden untuk menjaga harga di tingkat konsumen," lanjutnya. (Tribun Network/daz/yun/wly)