Menkeu Sri Mulyani Beberkan soal Pensiun Dini PLTU, Bakal Berimbas ke Keuangan PLN?
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap sulitnya soal rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara milik PT PLN
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap sulitnya soal rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara milik PT PLN (Persero).
Ia mengatakan, pemerintah kini tengah mengidentifikasi PLTU mana saja yang akan dipensiunkan.
Dalam diskusi di lingkup pemerintah, ia membeberkan sedang dibahas mengenai besaran biaya pensiun dini PLTU tersebut, yang nantinya akan berimbas pada neraca keuangan PLN.
"Jika batu bara ini dipensiunkan, maka menjadi aset terdampar (stranded asset) yang akan mempengaruhi ekuitas," kata Ani, sapaan akrabnya, dalam acara Indonesia Sustainability Forum 2023 Gala Dinner, Kamis (7/9/2023) malam.
Baca juga: Bidik 1.715 Unit SPKLU, PLN Ajak Negara ASEAN Kolaborasi Bangun Bisnis Charging Station
Di sisi lain, PLN perlu untuk bertransisi dari PLTU ke pembangkit energi baru dan terbarukan. Sehingga PLN juga membutuhkan belanja modal dengan tingkat suku bunga yang tinggi atau mahal.
Ia kemudian mencontohkan rencana mempensiunkan PLTU Cirebon-1 yang memiliki daya sebesar 660 Megawatt.
Dalam tujuh tahun, pembangkit tersebut ditaksir bisa mengurangi 4,4 juta Gigawatt ton Co2. Dana yang dibutuhkan sebesar 330 juta dolar AS.
"Contohnya mempensiunkan PLTU Cirebon-1. Kita harus memadukan antara ekuitas dan juga pinjaman. Ketika tingkat suku bunga meningkat, siapa yang akan membayarnya?" ujar Ani.
Menkeu menyebut, kini banyak pembiayaan hingga triliunan dolar AS yang ditangguhkan untuk pembiayaan program pensiun PLTU dengan alasan environmental, social, and corporate governance (ESG).
Di Indonesia sendiri untuk mengurangi emisi CO2 42 persen setidaknya membutuhkan dana hingga 200 miliar dolar AS.
Baca juga: Meski PLTU Dekat Jakarta Dipadamkan, Polusi Udara Ibu Kota Masih Berstatus Buruk
“Sementara APBN hanya bisa berkontribusi tidak kurang dari 30 persennya, untuk itu pemerintah membuat alternatif pembiayaan lain seperti green sukuk, green bond, dan juga menciptakan blended finance,” tukas dia.
Meski dilanda kesulitan, ia mengatakan pemerintah RI sekarang sedang mendorong adanya kemajuan baru dalam melakukan dekarbonisasi.
"Setidaknya kemajuan di mana setiap orang dapat melihat lebih detail," pungkas Ani.