Tekan Polusi Udara, PLN IP Ungkap Penerapan Sejumlah Teknologi Kendalikan Emisi Pembangkit Listrik
4 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya yang notabene dekat dengan DKI Jakarta dipadamkan sejak 29 Agustus 2023 untuk mengurangi polusi
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 4 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya yang notabene dekat dengan DKI Jakarta dipadamkan sejak 29 Agustus 2023 untuk mengurangi polusi udara ibu kota.
Namun setelah dipadamkan sejak Agustus, belum terlihat dampak positif dari kualitas udara di Jakarta. Selisih pendapat pun terjadi soal penyebab menumpuknya polusi udara di DKI apakah karena PLTU sekitar Jakarta atau emisi gas buang kendaraan bermotor di dalam kota.
General Manager PT PLN Indonesia Power (IP) Suralaya PGU, Irwan Edi Syahputra Lubis menyatakan pembangkit listrik di sekitar ibu kota telah dilengkapi dengan teknologi canggih yang ramah lingkungan.
“Ada Electrostatic Precipitator/ESP serta Continuous Emission Monitoring System/CEMS,” kata Irwan dalam webinar bertajuk ‘Dampak Kualitas Udara Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Suralaya’ pada Selasa (12/09/2023).
Menurutnya, adopsi teknologi ESP dan CEMS pada pembangkit listrik di sekitar Jakarta utamanya PLTU Suralaya, telah dilakukan meski masih kerap dituding sebagai penyebab polusi udara di ibu kota.
Teknologi tersebut, paparnya, sudah terpasang pada tiap-tiap cerobong pembangkit listrik untuk memastikan emisi gas buang, termasuk PM 2.5 atau partikel udara berukuran sangat kecil mampu ditangkap secara maksimal.
“ESP merupakan teknologi ramah lingkungan pada PLTU yang berfungsi untuk menangkap debu dari emisi gas buang dengan ukuran sangat kecil,” ungkap dia.
Selain pemasangan ESP, setiap pembangkit listrik sekitar Jakarta juga telah terpasang Low NOx Burner dan pemilihan batu bara rendah sulfur, sehingga emisi yang dikeluarkan aman dan berada di bawah ambang batas pemenuhan baku mutu sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 15/2019.
Sementara CEMS, terang Irwan, merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus. Dengan hal ini, emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time serta dipastikan tak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan KLHK.
Abu hasil pembakaran akan terakumulasi dan sebuah sistem rapper khusus akan membuat abu tersebut jatuh ke bawah dan keluar dari sistem ESP.
Baca juga: Pengamat: Tangani Polusi Udara Perlu Kebijakan Khusus di Sektor Transportasi
Efisiensi penyaringan abu dengan ESP mampu mencapai 99,9 persen.“Pemantauan itu berlaku real time, sehingga kualitas udara di sekitar pembangkitan listrik dipastikan aman atau bisa terkendali di bawah Baku Mutu yang ditetapkan pemerintah,” terang Irwan.
Sebagai informasi, PLTU Suralaya 1-7, PLTU Banten 1 Suralaya, PLTU Lontar dan PLTU Pelabuhan Ratu yang berada di sekitar Jabodetabek menjadi penopang kebutuhan listrik Pulau Jawa-Bali.