Semakin Diminati, Furniture Kayu Dari Sumber Yang Berkelanjutan
Peningkatan proyek bangunan hijau ikut mendorong peningkatan penjualan furnitur ramah lingkungan.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peningkatan proyek bangunan hijau ikut mendorong peningkatan penjualan furnitur ramah lingkungan.
Terlebih dengan dorongan pemerintah di seluruh dunia yang mempromosikan bangunan hijau sebagai langkah untuk mengurangi emisi karbon dari negara masing-masing, yang bertujuan mengurangi kontribusi negatif terhadap perubahan iklim.
Menurut Dewan Bangunan Hijau Amerika Serikat (USGBC), jumlah rumah bersertifikat LEED di AS meningkat dari 167.891 pada 2018 menjadi 232.244 pada akhir 2021, menyaksikan pertumbuhan lebih dari 38 persen selama periode tersebut.
Selama periode yang sama, Kanada menyaksikan pertumbuhan lebih dari 155% dengan rumah bersertifikat LEED, meningkat dari 3.036 menjadi 7.750.
Semakin Tumbuh Pasar Furnitur Global Ramah Lingkungan
Pasar furnitur global yang ramah lingkungan diperkirakan juga akan tumbuh dari USD 46,88 milliar pada tahun 2022 menjadi USD 83,76 miliar pada tahun 2030, yang disebabkan oleh tingkat pertumbuhan per tahun (CAGR) yang berkembang sebesar 8,6% dari tahun 2022 hingga 2030.
Menurut survei Sustainable Furnishing Council 2021, hampir 97% responden menunjukkan minat untuk membeli perabotan yang aman bagi lingkungan, dengan asumsi gaya dan biaya yang menguntungkan hampir sama. Khususnya, wanita menyatakan minat yang sedikit lebih tinggi untuk membeli furnitur ramah lingkungan (72% wanita versus 66% pria).
Tingkat ramah lingkungan furniture dapat dinilai dari desain, sumber dan bentuk materi, proses pembuatan, penanganan ketika produk sudah tidak digunakan hingga asal sumber materi furnitur.
Kayu Salah Satu Materi Bahan Bangunan Yang Paling Ramah Lingkungan
Kayu merupakan salah satu materi bahan bangunan yang paling ramah lingkungan, karena selain memiliki emisi karbon yang rendah, pengolahannya hemat energi, kayu pun dapat menyimpan karbon dalam waktu yang lama. Dengan teknologi dan desain yang tepat, kayu dapat menjadi materi furniture yang tidak saja ramah lingkungan namun kuat, tahan lama, dan ekonomis.
FSC sebagai organisasi nir-laba yang mempromosikan pengelolaan hutan yang bertanggungjawab dan mendorong produk hasil hutan yang ramah iklim dan lingkungan, memandang bahwa upaya tersebut dapat dicapai melalui dialog dan membangun kolaborasi para pihak baik desainer dan pelaku usaha furniture.
“Kami berharap dengan adanya kolaborasi antara desainer dengan pelaku usaha furnitur dapat membantu meningkatkan permintaan material kayu bersertifikasi FSC sehingga membantu membantu upaya pengelolaan yang berkelanjutan bagi para pengelola hutan di dunia dan di Indonesia,” kata Techical Director FSC Indonesia, Hartono Prabowo.
Sementara itu, Ketua Himpunan Desainer Mebel Indonesia (HDMI), Ira Samri mengatakan bahwa Kayu dikatakannya meskipun sudah diolah tetap menyimpan karbon sepanjang kayu tidak musnah.
Fosil kayu yang terkubur di dalam tanah tetap menyimpan karbon yang diserap selama daur hidupnya yang akan mengurangi gas buang ke atmosfer yang menambah pemanasan global. Daya serap karbon akan semakin tinggi seiring makin banyaknya produk rumah tangga yang mengunakan kayu.
“Desainer mempunyai peran dalam membuat agar produk yang berkelanjutan dapat diterima dengan baik oleh pasar, karena desain yang baik akan meningkatkan nilai produk. Untuk itu desainer harus memahami sifat setiap komponen yang membentuk produk furniture, salah satu kompenen ini adalah kayu yang bersumber dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan,” jelas Ira Samri disela-sela acara Seminar FSC Sustainable Furniture.