Indef: Pinjaman Online Kalangan Muda Meningkat Pesat untuk Penuhi Kebutuhan Konsumtif
Pada Juni 2023, pinjaman rata-rata untuk pemuda di bawah 19 tahun mencapai Rp2,3 juta, sementara untuk usia 20-34 tahun adalah Rp2,5 juta.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Center of Digital Economy and SME Indef Nailul Huda mengatakan ada banyak faktor yang menyebabkan muda-mudi Indonesia terjebak dalam utang.
Masalah utang tidak terbatas pada kebutuhan mendesak, kebiasaan pengeluaran yang berlebihan, tekanan ekonomi, pembiayaan pendidikan, dan tingkat literasi pinjaman yang rendah.
Menurut Nailul, gaya hidup juga menjadi faktor penting yang menyebabkan masalah utang, yang tidak hanya berdampak pada kalangan dewasa muda, tetapi juga masyarakat pada umumnya.
Baca juga: Jumlah Pinjaman Online Warga Sulawesi Selatan Kini Mencapai Rp928 Miliar
"Pinjaman online tumbuh pesat di Indonesia, meningkat 71 persen pada Desember 2022, akibat dari lonjakan belanja online pasca pandemi, terutama di kalangan pemuda yang cenderung konsumtif. Pada Juni 2023, pinjaman rata-rata untuk pemuda di bawah 19 tahun mencapai Rp2,3 juta, sementara untuk usia 20-34 tahun adalah Rp2,5 juta, padahal pendapatan rata-rata pemuda hanya Rp2 juta per bulan,” katanya dalam keterangan, Minggu (17/9/2023).
“Masalah ini semakin memprihatinkan karena pendapatan pemuda lebih rendah daripada utang mereka dari pinjaman online. Oleh karena itu, diperlukan tindakan konkret untuk mengatasi maraknya pinjaman online ilegal,” sambungnya.
Secara historis, generasi yang lebih tua cenderung menghindari utang, bahkan untuk pembelian besar seperti mobil.
Sebaliknya, generasi yang lebih muda seperti Generasi X dan Z lebih terbuka untuk berutang demi memenuhi hasrat gaya hidup, seperti menghadiri konser dan pergi berlibur.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengembangkan serangkaian inisiatif dan taktik.
Ini termasuk program pendidikan online dan offline, kampanye kesadaran finansial nasional, serta memperkuat kerja sama dan kemitraan strategis dengan kementerian dan lembaga pemerintah, melibatkan universitas, dan memperkuat sektor jasa keuangan.
Inovasi fintech, seperti Earned Wage Access (EWA), dapat menjadi peluang untuk mengurangi dampak negatif dari pinjaman online.
Peneliti Center of Digital Economy and SME Indef Izzudin Al Farras Adha menyampaikan data APJII (2023), sebanyak 97,1 persen penduduk usia 19-34 tahun sudah terhubung dengan internet.
Ketersediaan pinjaman online ilegal yang terintegrasi dengan internet membuat aksesnya semakin mudah bagi pemuda.
Pemerintah telah bertindak untuk mengatasi pinjaman online ilegal melalui Satgas Waspada Investasi (SWI).