Lebih Dekat dengan Pengolahan Nikel Kelas Dunia Milik Harita di Pulau Obi
Siapa sangka, di pulau terpencil ini ada industri pengolahan nikel kelas dunia dengan valuasi hampir Rp 100 triliun
Penulis: Dahlan Dahi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, TERNATE - OBI hanyalah pulau kecil nan terpencil di Laut Banda. Luasnya kira-kira empat kali luas DKI Jakarta.
Siapa sangka, di pulau terpencil ini ada industri pengolahan nikel kelas dunia dengan valuasi hampir Rp 100 triliun dan mempekerjakan 32 ribu orang, sebagian di antaranya warga negara asing.
Obi adalah rumah bagi nickel sulphate (nikel sulfat) dan cobalt sulphate (kobalt sulfat), bahan utama baterai kendaraan listrik pertama di Indonesia dan terbesar di dunia yang diproduksi oleh Harita Nickel, perusahaan yang didirikan dan dipimpin oleh pengusaha asal Kalimantan Timur, orang terkaya nomor lima di Indonesia versi Forbes tahun 2023.
Baca juga: Tahun Depan, Harita Nickel Berencana Bangun Pabrik Stainless Steel Senilai Rp15 Triliun
Letaknya di atas (utara) Ambon, di bawah (selatan) Ternate. Dengan letak geografis seperti itu, mencapai Obi sungguh perjalanan panjang.
Dari Jakarta, terbang 3,5 jam ke Manado di Sulawesi Utara. Transit sekitar satu jam, lalu naik pesawat kecil ke Ternate sekitar 1 jam 5 menit.
Sudah sampai? Belum. Masih jauh. Mesti terbang lagi ke Labuha, ibu kota Kabupaten Halmahera Selatan, sekitar 40 menit.
Belum tersedia bandara di Obi.
Dari Labuha ke Pulau Obi, naik speed Harita Nickel, pemilik kerajaan nikel di Obi.
Baca juga: Harita Nickel dan Kemenko Marves Ajak Generasi Muda Tanam 15.000 Mangrove untuk Mitigasi Iklim
Bagi yang sering mabuk laut, perjalanan laut dari Labuha ke Obi menantang. Butuh 3,5 jam sebelum mencapai pelabuhan milik Harita.
Pelabuhan speed ini terletak di Desa Kawasi, perkampungan dengan sekitar 4.000 jiwa, sebagian besar pendatang yang mengadu peruntungan melayani karyawan tambang mulai dari makanan, bahan makanan, tempat hiburan, hingga kos-kosan.
Permukiman ini terletak di area tambang dan pabrik Harita, pulau yang terang benderang di malam hari, terus bergeliat mengolah nikel 24 jam.
Kami sampai di Kawasi malam hari sekitar jam 10 setelah take off dari Jakarta pukul 8 pagi.
Kaget bukan main. Di Laut Banda yang sepi dan gelap gulita tiba-tiba muncul sinar lampu sebuah pulau. Tidak sama dengan melihat Singapura dari Batam, tentu saja. Pulau Obi tidak sebesar dan semegah Singapura. Tapi untuk ukuran pulau-pulau kecil di Indonesia, inilah salah satu tambang terintegrasi terbesar yang pernah saya kunjungi.
Pulau ini pulau tambang. Lalu lalang truk yang mengangkut ore --timbunan tanah yang mengandung nikel-- dari lokasi pabrik ke smelter. Lalu mengangkut fero nikel (ferronickel), bahan dasar aluminium, serta nikel sulfat dan kobalt sulfat ke pelabuhan peti kemas tempat kapal yang siap mengangkut olahan nikel tersebut ke Shanghai, China.
Saat Tribunnews berkunjung ke Pulau Obi, bersandar dua kapal besi berbendera Panama.