Kerugian Ekonomi Akibat Perubahan Iklim Diprediksi Rp27,9 T, Pemerintah Diminta Jaga Ketahanan Air
Pemerintah diminta serius menangani dampak perubahan iklim dan potensi ancamannya terhadap terjadinya krisis air.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta serius menangani dampak perubahan iklim dan potensi ancamannya terhadap terjadinya krisis air. Saat ini, penurunan ketersediaan air yang merata diperkirakan akan terjadi di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara selama periode proyeksi 2020 - 2045.
Rektor Universitas Pertahanan RI, Mayor Jendera TNI Jonni Mahroza mengatakan, pada tahun depan diperkirakan penurunan rata-rata ketersediaan air sebesar 439,21 m3 per kapita per tahun di Pulau Jawa dan 1.098,08 m3 perkapita per tahun di Nusa Tenggara.
"Dampak ekonomi negatif di sektor ini diperkirakan mencapai Rp 27,9 triliun," kata Mahroza di acara Water Security Seminar- Technology For Indonesia ditulis Sabtu (24/9/2023).
Melihat kondisi tersebut, Mahroza menilai diperlukan langkah meningkatkan ketahanan air di seluruh Indonesia.
Ia menyebut, ketahanan air juga diharapkan dapat menghadapi tantangan penurunan ketahanan pangan di Indonesia, seperti produksi padi yang diproyeksikan turun lebih dari 25 persen (2020 - 2045) di berbagai provinsi seperti Kalimantan Utara, Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara.
Di Pulau Jawa dan Sumatera, yang merupakan pusat produksi beras, juga diperkirakan mengalami penurunan sebesar 10 hingga 17,5 persen.
"Meningkatkan ketahanan air dapat membantu pertanian, termasuk produksi padi, mengatasi tantangan perubahan iklim dan menjaga ketahanan pangan di Indonesia," ujarnya.
Dia mengatakan, hal ini juga sangat penting untuk mengurangi dampak ekonomi negatif yang diperkirakan mencapai Rp 77,9 triliun akibat penurunan produksi padi yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Selain itu, kata Mahroza, perubahan suhu dan pola hujan juga meningkatkan populasi vektor penyakit seperti DBD, malaria, dan pneumonia.
Baca juga: Mendag: Isu Perubahan Iklim Akan Berdampak Pada Perdagangan Tahun 2026
Proyeksi potensi kerugian ekonomi di sektor kesehatan akibat DBD saja diperkirakan mencapai Rp 31,3 triliun dari 2020 hingga 2024.
Berdasarkan hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim memiliki dampak serius pada ketahanan sumber daya air.
Oleh karena itu, tindakan mitigasi yang tepat diperlukan untuk memperkuat ketahanan air negara dan mencegah kerugian negara yang lebih besar.
Karena itu, Mahroza menyebut diskusi mengenai Water Security menjadi sangat penting karena peran ketahanan air yang sangat vital dalam konteks supply chain berkelanjutan, demi menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.
Baca juga: Hadapi Perubahan Iklim, Perguruan Tinggi Kembangkan Konsep Ekonomi Hijau
Apalagi, kehidupan manusia dan segala makhluk hidup, ketahanan pangan, ketahanan kesehatan, industri dan lain-lain adalah aspek yang tidak dapat terlepas dari ketahanan sumber daya air.
"Krisis air ke depan dapat memicu perang antar negara, hal ini disebabkan nilai vital air yang mempengaruhi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Mahroza.
Diketahui, berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB), diproyeksikan bahwa pada tahun 2025, seluruh bumi akan mengalami krisis air.
PBB juga memperkirakan pada tahun 2030, kebutuhan air tawar global akan meningkat sekitar 40 persen lebih tinggi daripada ketersediaannya saat ini, sebagai akibat dari perubahan iklim, aktivitas manusia, dan pertumbuhan penduduk.