Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menteri Teten: Predatory Pricing di Online Merupakan Persaingan Bisnis yang Kotor

Praktik predatory pricing melanggar Peraturan Menteri Kominfo (Permenkominfo) Nomor 1 Tahun 2012.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Menteri Teten: Predatory Pricing di Online Merupakan Persaingan Bisnis yang Kotor
Warta Kota/Yulianto
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Praktik predatory pricing melanggar Peraturan Menteri Kominfo (Permenkominfo) Nomor 1 Tahun 2012. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, predatory pricing di e-commerce adalah suatu praktik persaingan bisnis yang kotor.

"Predatory pricing di online, dengan menjual barang di bawah biaya (HPP), itu persaingan bisnis yang kotor untuk meraih marketshare (pangsa pasar)," kata Teten dikutip dari unggahan akun Instagramnya, Sabtu (30/9/2023).

Ia menyebut praktik predatory pricing melanggar Peraturan Menteri Kominfo (Permenkominfo) Nomor 1 Tahun 2012.

Baca juga: Teten: Industri Tekstil Jabar Terancam Berhenti Produksi Imbas Predatory Pricing di Social Commerce

Teten meminta para platform dan penjual memahami ini. Ia membandingkan dengan di China, di mana praktik ini dilarang keras dan didenda sangat besar.

Saat ini, menurut datanya, 90 persen barang yang dijual online di RI adalah produk impor.

Hal itu yang akhirnya menyebabkan produk domestik, terutama milik pelaku UMKM, tidak bisa bersaing.

Berita Rekomendasi

"Untuk sementara konsumen diuntungkan, terutama yang berdaya beli rendah. Tapi, kalau produksi dalam negeri lumpuh, pengangguran meningkat, akhirnya daya beli rakyat semakin melemah," ujar Teten.

Maka demikian, kata dia, pemerintah perlu mengaturnya. Apalagi ini hanya kebutuhan tersier, bukan kebutuhan pokok.

Ia meminta semua pihak memahami bahwa inti ekonomi suatu negara adalah kekuatan pada produksinya.

"Sayangnya, digitalisasi industri di kita belum maju seperti Tiongkok, sehingga produk kita belum berdaya saing," kata Teten.

Ia juga membalas beberapa komentar dari akun lain dalam unggahan tersebut. Dia bilang, Indonesia memang terlambat mengatur ekonomi digital.

"Kita memang terlambat mengatur ekonomi digital ini. Kebijakan transformasi digital sedang mau ditata oleh pemerintah, silakan kalau ada masukan," ujar Teten.

Sebelumnya, Teten pernah mengatakan bahwa pemerintah akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Transformasi Digital.

Teten berujar, pembentukan satgas ini karena pengaturan ekonomi digital Indonesia masih lemah.

"Pengaturan ekonomi digital masih lemah. Di e-commerce kita 56 persen dikuasai oleh asing. Domestiknya 44%. Ini kalau tidak segera kita atur, jadi ancaman," katanya ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Ia mengatakan, hari ini pengusaha di sektor riil seperti di Pasar Tanah Abang sudah teriak mengeluh karena kalah bersaing.

Kalaupun yang masih bisa bersaing, Teten mengatakan itu adalah reseller yang menjual produk, bukan menjadi produsen. "Kalau produsen sektor riilnya sudah teriak," ujar Teten.

Maka dari itu, ia mengatakan sudah melakukan rapat koordinasi yang dipimpin langsung oleh Menteri Sekretaris Negara dalam rangka membentuk Satgas Transformasi Digital.

"Dalam waktu dekat saya dengan menteri investasi dan menteri perdagangan akan bertemu untuk merumuskan usulan-usulan kita," kata Teten.

Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu mengatakan, ada enam pilar yang akan diatur di dalam pembahasan satgas transformasi digital ini.

"Ini ada enam pilar mau diatur. Ekonomi digital bukan hanya e-commerce saja. Ada sektor keuangan yang sudah bagus. Kami juga mengatur media. Ada soal logistiknya. Ada mobilisasinya. Ada urusan infrastruktur dan sebagainya. Jadi, kami mau atur national policy," ujar Teten.

Dalam mengatur peraturan nasoinal mengenai ekonomi digital ini, pemerintah akan meniru China yang disebut berhasil melahirkan ekonomi baru tanpa membunuh ekonomi lama.

Selain China, pemerintah juga meniru Singapura.

"Intinya, kita belum punya national policy mengenai ekonomi digital, yang ada hanya peraturan perdagangan," kata Teten.

Fokus Satgas Transformasi Digital

Teten mengatakan, Satuan Tugas (Satgas) Transformasi Digital pemerintah akan memiliki dua fokus.

"Sudah setuju dibentuk satgas. Nanti dibagi dua. Ada yang digital government sama ekonomi digital," kata Teten ketika ditemui di kantor KemenKopUKM, Jakarta, Kamis (14/9/2023).

Ia mengatakan, di bagian digital ekonomi, akan diisi lintas kementerian dan lembaga.

Di antaranya, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Ia mecontohkan, dalam hal kebijakan investasi akan menjadi urusan BKPM.

Kemudian soal kebijakan perdagangan menjadi ranah Kementerian Perdagangan. Misalnya akan mencari jawaban kenapa pasar domestik diserbu produk murah.

Sedangkan jika Kementerian Koperasi dan UKM akan berurusan melindungi UMKM, terutama di sektor produksi, agar bisa tetap hidup.

Ia kemudian menegaskan bahwa satgas ini untuk menguak alasan mengapa potensi ekonomi digital yang besar masih dikuasai oleh asing.

Baca juga: TikTok Dilarang Jualan di Indonesia, Berikut Daftar Negara yang Turut Menolak

Teten mencontohkan bagaimana ekonomi digital RI di sektor keuangan, sudah dikuasai oleh domestik hingga 96 persen.

Menurut dia, itu berarti Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) telah mengatur dengan benar.

Namun, berbeda dengan sektor di e-commerce yang 56 persen masih dikuasai oleh asing.

"Nah berarti kita harus lihat apa saja masalahnya. Apakah memang di kebijakan investasi, di kebijakan perdagangan, termasuk juga tadi apakah transformasi digitalnya lebih di hilir atau di hulu," ujar Teten.

Hasil rekomendasi dari satgas ini, kata Teten, bisa berupa Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), atau mungkin bisa saja setiap kementerian mengeluar Keputuan Menteri (Kepmen).

"Seperti di sektor keuangan di digital finance itu kan hanya perlu kebijakan BI, kebijakan kementerian keuangan doang cukup," kata Teten.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas