Aturan Pengetatan Barang Impor Berlaku Mulai 17 Oktober 2023
Kemenkeu mengatur kebijakan terkait Pengelola Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik maupun berbentuk marketplace
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatur kebijakan terkait Pengelola Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) maupun berbentuk marketplace atau ritel daring, dan e-commerce untuk bermitra dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman.
Direktur Teknis Kepabeanan Kementerian Keuangan Fadjar Donny mengatakan, aturan itu akan berlaku mulai 17 Oktober 2023.
Baca juga: Sukseskan Indonesia Emas 2045, Kemenkeu Anggarkan Rp660,8 T untuk Pengembangan SDM Berkualitas
"Implementasi yang dipercepat ini perlu dilakukan revisi PMK 96 dan ini sudah proses harmonisasi dan insya Allah dalam waktu dekat sebelum berlakunya 17 Oktober ini sudah akan dikeluarkan revisi tentang pemberlakuan PMK 96 tentang barang kiriman ini," kata Fadjar dalam media briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Fadjar juga mengatakan aturan tersebut PPMSE wajib bermitra dengan Ditjen Bea dan Cukai bila melakukan transaksi impor lebih dari 1.000 kiriman dalam periode satu kalender.
"Kalau kurang (dari 1.000 kiriman), ya belum mandatory. Kalau dia (sudah 1.000 kiriman) tidak memenuhi kewajiban, maka impor barang kiriman itu tidak akan kami layani karena dia tidak menjalankan kewajibannya," jelasnya.
Baca juga: Jangan Hanya Usut Impor Gula di Kemendag, Kejagung Juga Diminta Usut Impor Bawang Putih
Adapun penelitian terhadap jumlah transaksi PPMSE akan dilakukan oleh Ditjen Bea dan Cukai melalui sistem komputer pelayanan (SKP) oleh pejabat bea dan cukai secara periodik.
Kemudian, apabila menunjukkan informasi bahwa kiriman PPMSE telah melebihi 1.000 kiriman dalam 1 tahun kalender, maka Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan kepada PPMSE untuk melakukan kemitraan dengan tembusan disampaikan kepada Penyelenggara Pos yang melakukan pengurusan impor Barang Kiriman PPMSE yang bersangkutan.
PPMSE juga wajib melakukan kemitraan paling lama 10 hari sejak surat pemberitahuan. Jika ketentuan kemitraan tidak dipenuhi, maka impor barang kiriman yang transaksinya dilakukan melalui PPMSE tidak akan dilayani Ditjen Bea dan Cukai.
Selanjutnya, jika PPMSE sudah bermitra dengan Ditjen Bea dan Cukai, maka harus melakukan pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas Barang Kiriman yang transaksinya melalui PPMSE melalui SKP, dan bentuk kemitraan lainnya yang dapat meningkatkan pelayanan dan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Baca juga: Petani Tak Masalah Pemerintah Impor Jagung Pakan, Asalkan Sudah Rampung Sebelum 2024
Katalog elektronik paling sedikit memuat elemen data di antaranya, nama PPMSE, identitas penjual, uraian barang, kode barang, kategori barang, spesifikasi barang, negara asal, satuan barang, harga barang dalam cara penyerahan (incoterm) Delivery Duty Paid (DDP), tanggal pemberlakuan harga, jenis mata uang, dan tautan Uniform Resource Locators (URL) barang.
Lebih lanjut, penyelesaian kewajiban pabean atas barang kiriman hanya akan dilayani oleh Ditjen Bea dan Cukai setelah PPMSE menyampaikan katalog elektronik dan juga invoice elektronik.
Setelah melakukan penelitian, Ditjen Bea dan Cukai bisa mengirimkan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan, dalam hal penelitian menunjukkan ketidaksesuaian.
Alasan penolakan tersebut adalah, PPMSE tidak melakukan kegiatan kepabeanan dalam jangka waktu 3 bulan berturut-turut, serta PPMSE dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan atau cukai berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan atau PPMSE dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.