BPS Wajibkan Pengelola E-Commerce Setor Data Transaksi Perdagangan 3 Bulan Sekali Mulai Awal 2024
pelaku industri e-commerce di Indonesia wajib menyetorkan data transaksi perdagangan elektronik mereka kepada BPS secara berkala mulai awal 2024.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulai awal tahun 2024 pelaku industri e-commerce di Indonesia wajib menyetorkan data transaksi perdagangan elektronik mereka kepada Badan Pusat Statistik (BPS) secara berkala.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan BPS Nomor 4 tahun 2023 tentang Penyampaian dan Pengelolaan Data dan/atau Informasi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Dalam aturan tersebut PMSE diwajibkan menyampaikan berbagai data dan informasi terkait dengan transaksi perdagangan elektroniknya ke BPS yang mulai ditetapkan pada awal tahun 2024.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar, BPS telah menyiapkan infrastruktur penyampaian data secara elektronik dengan fleksibilitas empat pilihan moda yang bisa diakses melalui platform Indonesia Data Hub (INDAH) atau melalui https://indah.bps.go.id/pmse.
“BPS telah menyiapkan infrastruktur penyampaian data secara elektronik dengan empat pilihan moda, yaitu formulir elektronik, unggah berkas,pertukaran data menggunakan mesin, dan kunjungan ke kantor BPS,” terang Amalia dalam Sosialisasi Peraturan BPS No. 4 Tahun 2023, Senin (30/10).
Mengacu pada isi peraturan BPS Nomor 4 Tahun 2023, ada delapan informasi yang wajib disampaikan PMSE kepada BPS.
Di antaranya, keterangan umum perusahaan, tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran, kategori produk, kategori wilayah, transaksi, metode pembayaran, dan jumlah penjual dan pembeli.
Selanjutnya, PMSE wajib memberikan data atau tujuh informasi tersebut kepada BPS setiap tiga bulan sekali atau per kuartal.
Baca juga: TikTok Dikabarkan Ingin Buka Layanan e-Commerce di Indonesia, Begini Tanggapan Menteri Teten
Amalia mengatakan, atas data yang diserahkan nantinya, BPS menjamin kerahasiaan data PMSE, sebab sudah dilindungi juga oleh UU Nomor 16 tahun 1997 Tentang Statistik.
"Tidak perlu khawatir karena kerahasiaan data ini dilindungi oleh undang-undang. Juga kami selalu mengacu pada prinsip fundamental statistik negara sesuai dengan PBB (UN Fundamental Principles of official Statistics). Jadi kerahasiaan data kami jaga dari hulu hingga hilir,” ungkapnya.
Amalia mengungkapkan, aturan ini sejalan dengan perkembangan transaksi digital yang makin meningkat. Tren tersebut memberikan sebuah kebutuhan bagi otoritas untuk memiliki data yang akurat terkait dengan transaksi elektronik secara komprehensif.
Baca juga: Kemendag Tolak Penuhi Permintaan Pedagang Tanah Abang Tutup E-Commerce
“Karena penting bagi pemerintah untuk bisa merumuskan berbagai kebijakan, berbasis data dan fakta yang akurat,” ungkapnya.
Sebagai otoritas statistik, BPS yakin adanya pengumpulan data yang lebih komprehensif ini akan membuat pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang lebih konkrit untuk pelaku PMSE juga para konsumen.
Dengan demikian, akan bermuara pada penguatan perkembangan ekonomi di masa depan, mengingat kontribusi ekonomi digital pada perekonomian cukup terlihat.
Laporan reporter: Siti Masitoh | Sumber: Kontan