Serikat Pekerja Rokok Desak Kemenkes Keluarkan Pengaturan Tembakau dari RPP Kesehatan
RPP Kesehatan pada bagian pengaturan produk tembakau berisi banyak larangan yang akan mematikan Industri Hasil Tembakau
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan pengaturan produk tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang merupakan aturan turunan Undang Undang (UU) Kesehatan.
Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, mengatakan permintaan keluarkan aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan tersebut merupakan poin pertama dari tiga tuntutan sebagai hasil “Workshop Advokasi Terintegrasi” yang dihadiri seluruh pimpinan daerah, Senin (30/10/2023) lalu. Kegiatan ini merupakan amanah Musyawarah Nasional (Munas) PP FSP RTMM-SPSI yang digelar sebelumnya.
Baca juga: Petani Tembakau Minta Dilibatkan dalam Pembahasan RPP Kesehatan
”Kami meminta kepada pemerintah untuk keluarkan aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan karena akan mematikan keberlangsungan mata pencaharian ratusan ribu anggota PP FSP RTMM-SPSI," ujarnya dalam keterangan pers tertulis, Rabu 1 November 2023.
Sudarto mengatakan, RPP Kesehatan pada bagian pengaturan produk tembakau berisi banyak larangan yang akan mematikan Industri Hasil Tembakau (IHT). Mulai dari melarang promosi di ruang publik dan internet, iklan di media dibatasi sangat ketat, dilarang jual rokok eceran, satu bungkus rokok harus berisi minimal 20 batang, dan banyak larangan lainnya.
”RPP Kesehatan telah mengkhianati amanah UU Kesehatan yang sama sekali tidak melarang produk tembakau,” ucapnya.
Tuntutan kedua, Kemenkes sebagai leading sector penyusunan RPP Kesehatan diminta untuk melibatkan pemangku kepentingan terkait, termasuk serikat pekerja, untuk memberikan masukan melalui pembahasan yang transparan dan komprehensif.
Ketiga, PP FSP RTMM-SPSI menilai aturan produk yang telah berlaku sekarang, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012), dinilai sudah komprehensif mengatur pengendalian produk tembakau. ”Oleh karena itu, aturan tersebut sebaiknya dipertahankan dan diperkuat implementasinya, bukan diganti tanpa ada evaluasi secara komprehensif,” Sudarto meminta.
IHT menurut Sudarto adalah salah satu industri penting dan merupakan bagian dari industri khas Indonesia. Industri ini terbukti bertahan dan tidak terpengaruh kondisi ekonomi global sehingga terus konsisten berkontribusi terhadap keuangan negara.
Baca juga: Asosiasi Petani Nilai Aturan Tembakau di RPP Kesehatan Buka Lebar Keran Rokok Ilegal
Sehingga, kata dia, semestinya menjadi perhatian dan mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Terlebih, IHT juga menghidupi jutaan masyarakat Indonesia baik dari tenaga kerja yang terlibat langsung maupun tidak langsung.
“Sebanyak 143 ribu anggota kami menggantungkan nasibnya pada sektor IHT sebagai tenaga kerja pabrikan. IHT adalah sawah ladang kami, tempat kami mencari nafkah untuk itu keberadaannya akan terus kami perjuangkan," kata dia.