Temui Pelinting SKT, Anggota Komisi XI DPR Perjuangkan Sektor Industri Hasil Tembakau
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun berpendapat selama ini kebijakan pemerintah terhadap pelaku IHT sering kali tidak adil.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Istilah itu sebagai gambaran atas banyaknya ibu-ibu yang menjadi pelinting SKT.
“Saya dijelaskan pegawai MPS di Prigen ini banyak yang anggota Pamong Praja,” imbuh mantan pegawai negeri sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Pajak itu.
Banyak ibu yang sudah belasan tahun bekerja di fasilitas SKT, bahkan ada yang sampai 24 tahun. Kontribusi mereka tidak hanya pada perekonomian keluarga, tetapi juga pemasukan keuangan negara.
"Ibu-ibu juga harus mempunyai kebanggaan menjadi bagian dari usaha yang berkontribusi besar bagi Indonesia. Sampoerna ini salah satu penyumbang cukai terbesar bagi penerimaan negara dan mempekerjakan puluhan ribuan tenaga kerja," ujar Misbakhun di hadapan sekitar 1.200 pelinting di MPS Sampoerna Prigen.
Sekjen Depinas Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) itu pun menegaskan komitmennya untuk terus menyuarakan aspirasi pelaku IHT.
Misalnya, Misbakhun akan berupaya menahan kenaikan cukai SKT tidak terlalu tinggi.
Misbakhun menyatakan sebaiknya kenaikan cukai SKT tidak lebih dari lima persen.
Alasannya, kenaikan cukai SKT selalu membawa efek beruntun.
“Dengan naik lima persen saja akan memberikan dampak ikutan yang luar biasa. Ada faktor tingkat penyerapan tembakau dari petani, ketersediaan lapangan kerja, bahkan rokok ilegal dan dampak ekonomi lainnya yang sangat nyata dari kenaikan cukai IHT,” tuturnya.