Harga Minyak Mentah Naik Usai Arab Saudi dan Rusia Melanjutkan Pemangkasan Pasokan
Minyak mentah berjangka Brent menetap 29 sen, atau 0,34 persen, lebih tinggi pada 85,18 dolar AS per barel.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI – Harga minyak mentah dunia naik tipis pada Senin (6/11/2023) setelah eksportir utama Arab Saudi dan Rusia menegaskan kembali komitmen mereka terhadap pengurangan pasokan minyak secara sukarela hingga akhir tahun.
Minyak mentah berjangka Brent menetap 29 sen, atau 0,34 persen, lebih tinggi pada 85,18 dolar AS per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 31 sen, atau 0,4 persen, pada 80,82 dolar AS per barel.
“Pengumuman ini menunjukkan bahwa Saudi mengambil alih kendali dalam upaya memperketat pasar dan menaikkan harga,” kata John Kilduff, analis di Again Capital LLC di New York.
Baca juga: Harga Minyak Mentah Menguat di Tengah Berkecamuknya Konflik Hamas-Israel
Sebagaimana diketahui, Arab Saudi telah mengonfirmasi akan kembali melanjutkan pengurangan minyak secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada Desember 2023 untuk mempertahankan produksi sekitar 9 juta barel per hari.
Di saat yang sama, Rusia juga mengumumkan akan melanjutkan pemotongan sukarela tambahan sebesar 300.000 barel per hari dari ekspor minyak mentah dan produk minyak bumi hingga akhir Desember 2023.
“Pemangkasan tersebut dapat diperpanjang hingga kuartal I 2024 karena permintaan minyak yang melemah secara musiman di awal setiap tahun, kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung, dan tujuan produsen dan OPEC+ untuk mendukung stabilitas dan keseimbangan pasar minyak,” ujar Giovanni Staunovo, ahli strategi UBS.
Sebelumnya, harga minyak mengalami rebound pasca kedua minyak acuan tersebut kehilangan sekitar 6 persen dalam sepekan hingga 3 November 2023, karena kekhawatiran pasokan yang didorong oleh ketegangan di Timur Tengah sedikit mereda.
Melemahnya dolar juga berdampak pada peningkatan permintaan minyak mentah oleh pemegang mata uang asing.
Meski begitu, berkurangnya produksi minyak mentah di kilang China dan Amerika Serikat justru merugikan harga.