Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Rupiah Kembali Rontok, Analis Paparkan Penyebabnya

Ekonomi Indonesia melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,17 persen

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Rupiah Kembali Rontok, Analis Paparkan Penyebabnya
Jeprima/Tribunnews.com
Ilustrasi uang dolar AS. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali ditutup melemah tipis 5 point walaupun sebelumnya sempat menguat 10 point dilevel Rp. 15.655 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.650. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali ditutup melemah tipis 5 point walaupun sebelumnya sempat menguat 10 poin dilevel Rp. 15.655 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.650.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.640- Rp. 15.740," ujar Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Menurut Ibrahim, dinamika perlambatan ekonomi dan meningkatnya risiko ketidakpastian pasar keuangan global berdampak cukup signifikan pada hampir seluruh negara emerging market, termasuk Indonesia.

Baca juga: Potensi Industri Event Capai Triliunan Rupiah, Pemerintah Pangkas Birokrasi Layanan Perizinan

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan III 2023 tercatat 4,94 persen. Ekonomi Indonesia melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,17 persen, terutama akibat menurunnya kinerja ekspor barang dan jasa.

"Tren perlambatan global diperkirakan berlanjut dan berpotensi menggeret pertumbuhan triwulan IV kembali berada dibawah 5 persen sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 berisiko dibawah 5 persen," tambah Ibrahim.

Selain itu, dampak El Nino yang telah mendorong kenaikan inflasi volatile food akibat naiknya harga beras juga perlu diwaspadai.

Berita Rekomendasi

"Di Asia, Tiongkok kembali melakukan disinflasi, namun tanda-tanda perselisihan ekonomi lainnya di Tiongkok menjadi beban terbesar di pasar Asia, karena data pemerintah menunjukkan bahwa inflasi konsumen dan produsen menyusut pada bulan Oktober," terangnya.

Data tersebut menunjukkan bahwa Tiongkok mengalami disinflasi untuk kedua kalinya pada tahun ini, karena langkah-langkah stimulus yang berulang kali dilakukan oleh Beijing gagal menopang pengeluaran secara berarti.

Baca juga: Cadangan Devisa RI Turun Jadi 133,1 Miliar Dolar AS Akibat Bayar Utang Pemerintah dan Jaga Rupiah

"Kelemahan di Tiongkok juga menjadi pertanda buruk bagi pasar Asia yang lebih luas, mengingat ketergantungan mereka pada negara tersebut sebagai mitra dagang," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas