Rasio Kewirausahaan 3,47 Persen, KemenkopUKM: Ada Lima Indikator Agar Pelaku UMKM Naik Kelas
Pengembangan kewirausahaan berfokus pada inovasi yang menjadi salah satu kunci untuk menghadapi tantangan transformasi tren
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menyampaikan, saat ini rasio kewirausahaan nasional baru mencapai 3,47 persen. Indonesia harus mengejar target kenaikan rasio kewirausahaan hingga 12 persen yang merupakan prasyarat utama sebagai negara maju.
Sekretaris MenkopUKM Arif Rahman Hakim menjelaskan, butuh upaya keras dari pemerintah dan stakeholder terkait agar target minimal 12 persen di tahun 2045 bisa terpenuhi.
Saat ini, menurut Arif, pengembangan kewirausahaan berfokus pada inovasi yang menjadi salah satu kunci untuk menghadapi tantangan transformasi tren dunia yang cukup cepat.
Baca juga: Pelaku UMKM RI Bakal Dapat Pelatihan Promosi Dagang dari Platform Youtube
"Inovasi pula yang dibutuhkan UMKM untuk berkembang lebih jauh hingga naik kelas," ujar Arif dalam diskusi media bertema ‘UMKM Naik Kelas Menuju Indonesia Emas’ yang digelar oleh Forum Wartawan Koperasi dan UKM (Forwakop) di Jakarta, Jumat (17/11).
Terdapat lima indikator yang perlu dicapai pelaku UMKM untuk bisa disebut ‘naik kelas’. Pertama terwujudnya seluruh variabel yang menjadi amanat Peraturan Pemerintah (PP) No 7/2021 tentang kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan Koperasi dan UMKM.
Selain itu juga terpenuhinya variabel yang diatur dalam PP No 8/2021 tentang modal dasar perseroan serta pendirian, perubahan dan pembubaran perseroan yang memenuhi kriteria UMKM.
Kedua, lanjut Arif, terwujudnya kenaikan omzet UMKM dan ketiga inklusifitas UMKM dalam pemanfaatan teknologi dan informasi. Keempat, terwujudnya kemudahan ekspor dan kemudahan akses informasi.
Selanjutnya kelima terwujudnya klasterisasi dan hilirisasi produk sebagaimana dalam pilot proyek rumah produksi bersama yang diharapkan dapat direplikasi di daerah lainnya.
"Melalui diskusi kami harap dapat dihasilkan ide dan pemikiran untuk mendukung pertumbuhan UMKM di tanah air agar kita bersama-sama bisa menyongsng terwujudnya Indonesia emas di tahun 2045," kata Arif.
Baca juga: Dorong UMKM Go Digital, Bank Mandiri Gelar Program UMKM Merah Putih 2023 Bersama Jaringan PRIMA
Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM, Deputi Bidang UKM, KemenKopUKM, Temmy Satya Permana menambahkan upaya pemerintah mendorong UMKM naik kelas dihadapkan pada masalah yang cukup serius di tengah masifnya perkembangan teknologi informasi.
Pelaku usaha yang mayoritas adalah pelaku usaha mikro justru dihadapkan pada perang harga di dalam platform digital.
Masalah lain adalah pelaku UMKM didominasi oleh reseller daripada produsen. Hal ini mengakibatkan multiplier effect dari UMKM menjadi tidak begitu besar. Parahnya lagi UMKM yang mayoritas usaha mikro merupakan pelaku usaha subsisten.
"Ironisnya ekonomi digital ini isinya 90 persen dari pelaku usaha kita adalah reseller bukan prodesn. Nah ini jadi tugas berat bagi kami dan Kementerian Lembaga terkait yang membina UKM, KemenKopUKM hanya sebagai koordinator," ujar Temmy.
Tantangan lain di sektor UMKM untuk menuju Indonesia emas di tahun 2045 adalah derasnya produk impor. Hal itu mengakibatkan UMKM khususnya para produsen menjadi kian berat tantangannya.
Oleh sebab demi melindungi pasar dalam negeri, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"Salah satu cara kit adalah membatasi arus barang masuk ke negara kita adalah melalui aturan yang bijak dan tegas. Selain itu kita perlu mengedukasi masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri," terangnya.
Di tempat yang sama Sekretaris Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Aufride Herni Novieta menambahkan, untuk menjadikan UMKM berdaya saing, KemenkopUKM terus berupaya mendorong mereka memenuhi aspek legalitas usaha. Dengan adanya legalisasi akan ada kemudahan mendapatkan pangsa pasar, pembiayaan hingga optimalisasi teknologi digital.
"Kita perlu mendorong legalitas dan sertifikasi usaha yang pasti. Kita juga harap bisa masuk ke ekosistem dari hulu ke hilir. Kedepan usaha mikro di 2024 sudah bertransformasi secara formal dan terhubung dengan segala aspek itu," sambungnya.
Untuk memastikan pelaku usaha Mikro naik kelas, Novieta berharap sinergi dan kerjasama dengan multi pihak. Sebab diakui KemenkopUKM tidak bisa bekerja sendiri untuk menjadikan UMKM khususnya pelaku usaha mikro naik kelas.
"Tantangan kami ke depan mendorong pelaku mikro melakukan transformasi. Ini tidak bisa lepas dari upaya kita bersama dari pemerintah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat hingga media," katanya.
Direktur Lembaga Layanan Pemasaran (LLP) KUKM atau Smesco Indonesia Leonard Theosabrata menegaskan, dalam mencapai UMKM future atau di masa depan, harusnya bukan lagi membesarkan ekonomi mikro. Justru memperbesar struktur ekonomi besar yang 1 persen.
“Namun hal ini (peluas ekonomi besar) dianggap tidak common. Kalau ekonomi mikronya semakin besar malah menciptakan ekonomi yang hanya subsisten (hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari),” katanya.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki sambung Leo, selalu menegaskan, ekonomi ultra mikro ini yang harus di agregasi oleh ekonomi besar agar merasakan multiplier effect-nya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menekankan, agar Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045, setidaknya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya, syarat pertumbuhan ekonomi harus mencapai minimal 6-7 persen.
“Sementara Indonesia, jika dilihat dari RPJMN dan realitasnya masih terdapat gap, dari tahun 2015 hingga 2023 mencapai 4,1 persen termasuk adanya pandemi. Namun jika di luar pandemi pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen,” jelasnya.
Kegiatan Diskusi media yang digelar oleh Forwakop tersebut, didukung oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia