Kabar TikTok Duet dengan GOTO, DPR Minta Pemerintah Buat Regulasi Perlindungan Data Konsumen
Pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap kerja sama ini untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang terjadi.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TikTok Shop dikabarkan akan beroperasi kembali di Indonesia dengan menggandeng PT Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
Diketahui, TikTok Shop resmi menutup layanan transaksinya pada Rabu, 4 Oktober 2023 pukul 17.00 WIB.
TikTok saat itu dinilai melanggar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Baca juga: TikTok Shop Mau Buka Lagi di Indonesia, Mendag Zulhas: Belum Tahu Saya
Menyikapi kabar TikTok menggandeng GOTO untuk menjalankan bisnis e-commerce, Wakil Ketua Komisi VI DPR Martin Manurung mengingatkan pemerintah agar melakukan pengawasan terhadap kerja sama ini untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang terjadi.
"Perlu membuat regulasi yang mengatur perlindungan data konsumen dan persaingan usaha yang sehat," kata Martin saat dihubungi, Selasa (28/11/2023).
Ia tidak ingin ada dominasi pasar di berbagai sektor bisnis dikuasai oleh satu konglomerasi.
"GOTO merupakan salah satu perusahaan teknologi terbesar di Indonesia. Perusahaan ini memiliki berbagai lini bisnis, termasuk e-commerce, transportasi, dan keuangan. Dominasi pasar GOTO memang perlu diwaspadai," kata Martin.
Menurutnya, jika GOTO tidak dikelola dengan bai maka dapat menimbulkan risiko monopoli dan persaingan tidak sehat di pasar.
"KPPU perlu melakukan pengawasan terhadap dominasi pasar GOTO. KPPU harus memastikan bahwa GOTO tidak menggunakan posisinya untuk melakukan praktik-praktik yang merugikan konsumen dan pelaku usaha lokal," papar Martin.
Pesan Teten Masduki
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengingatkan GOTO dan TikTok tidak mempraktikkan predatory pricing jika nantinya benar bekerja sama.
"Kemarin saya bertemu dengan Tokopedia, kepentingan pemerintah jangan sampai ada lagi praktik predatory pricing karena itu akan memukul UMKM," kata Teten ketika diwawancara di sela acara Cerita Nusantara di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (28/11/2023).
"Mereka juga harus respek pada pengembangan ekonomi nasional dan kami juga ingin digital ekonomi juga mulai menerapkan bisnis model yang sustain, yang berkelanjutan," imbuhnya.
Sebelumnya, laporan Bloomberg menyebutkan bahwa TikTok ingin membuka kembali layanan Tiktok Shop di RI, dengan bergabung ke GOTO.
Laporan tersebut menyebutkan rencana merger akan diumumkan dalam waktu dekat.
Asia Tenggara Mulai Waspadai Praktik TikTok
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, di antaranya Malaysia, Vietnam, hingga Filipina mewaspadai praktik bisnis TikTok di negaranya.
Pemerintah Indonesia seharusnya tidak tutup mata dengan dugaan penyalahgunaan data dan konten.
Jejaring media sosial TikTok mulai menuai beragam tudingan di negara-negara Asia Tenggara. Di Filipina, Tiktok berpotensi menjadi aplikasi terlarang jika terbukti melakukan kegiatan mata-mata dan serangan siber.
Filipina membentuk Gugus Tugas untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya penyalahgunaan data hingga mata-mata. Penasehat Keamanan Nasional Filipina Eduardo Año mengatakan kemungkinan blokir total terhadap Tiktok.
Hal tersebut dilakukan, jika memang platform sosial media tersebut terbukti digunakan Tiongkok untuk kegiatan spionase dan serangan siber.
"Ada kemungkinan mereka mengumpulkan data pribadi dari pengguna," tulisnya dikutip dari Manila Standard, Rabu (1/11/2023).
Ano mengatakan pihaknya tidak akan segan-segan mengeluarkan rekomendasi untuk memblokir Tiktok secara menyeluruh jika hal itu terbukti.
Di sisi lain, pemerintah Vietnam juga menyoroti sosial Media Tiktok. Pemerintah Vietnam dalam investigasinya menyimpulkan bahwa TikTok menyimpan informasi ilegal dalam servernya.
Baca juga: Menkop UKM Teten Masduki Ungkap Hanya 20 Persen Pengguna TikTok Shop Pindah ke E-commerce Lain
Dari sisi konten pemerintah Vietnam juga menyimpulkan adanya bahaya terhadap anak-anak. TikTok juga dinilai tidak efektif dalam melakukan penyaringan konten khususnya yang menyalahi aturan di negara tersebut.
Peneliti Curtin University's School of Medua, Creative Arts and Social Inquiry di Australia Dr Jin Lee mengatakan ada kemungkinan bahwa TikTok mungkin akan patuh pada beberapa isu yang menjadi perhatian tiap negara.
"Hanya untuk memastikan tetap visible dan terus menjalankan bisnis di negara tersebut," terangnya kepada The Strait Times.
Dikutip dari The Strait Times tentang permintaan soal sensor dan bagaimana TikTok bekerja dengan pemerintah, TikTok tidak spesifik menjawab isu itu
"Kami menghargai aturan hukum setempat dan akan bekerja sama dengan pemerintah dan kementerian terkait," jawabnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.