IBC: Hilirisasi Baterai Listrik Bisa Bawa Sederet Keuntungan Bagi Indonesia
Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC), Toto Nugroho, mengungkapkan sejumlah keuntungan adanya hilirisasi baterai listrik di dalam negeri.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC), Toto Nugroho, mengungkapkan sejumlah keuntungan adanya hilirisasi baterai listrik di dalam negeri.
Hal ini disampaikan dalam diskusi di Media Center Indonesia Maju, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2023).
Toto mengatakan, saat ini sudah ada dua perusahaan besar dunia yang telah berkomitmen untuk melakukan investasi, yakni CATL dan LG untuk memproduksi baterai kendaraan listrik di Indonesia dengan total mencapai 400 gigawatt per hour (GWH).
"Jumlah yang kita lakukan untuk hilirisasi yang sudah di-confirm dengan kedua calon mitra ini, itu sekitar hampir 400 gigawatt totalnya," kata Toto.
Ia menyebut dibutuhkan investasi hingga ratusan triliun untuk membangun satu kesatuan ekosistem kendaraan listrik, mulai dari pembangunan smelter dengan teknologi HPAL atau High Pressure Acid Leaching, sampai komponen baterainya.
Adapun IBC selaku perusahaan BUMN berencana memproduksi baterai kendaraan listrik pertama sebesar 10 GWH dan 5.000 stasiun penukaran baterai (swap battery) di tahun 2024. Produksi baterai dari pabrik hasil kerja sama dengan perusahaan asal Korea Selatan, LG dan Hyundai.
Jika semua investasi itu direalisasi dan ekosistem kendaraan listrik sudah terbangun, hal ini dapat memberikan benefit berganda bagi Indonesia, mulai dari genjot pendapatan negara, penyerapan sekitar 150 ribu tenaga kerja, hingga pengurangan emisi karbon nyaris 15 juta ton per tahun.
"Manfaatnya kalau kita lakukan hilirisasi ke eV baterai dan eV ekosistem, pengurangan emisi CO2 hampir 14 juta ton per tahun, itu ekuivalen dari 8-10 persen transportasi," kata Toto.
Manfaat lainnya yakni penurunan impor bahan bakar minyak (BBM). Kata dia, dalam setahun Indonesia pernah mengimpor BBM dan LPG mencapai Rp500 triliun.
Sementara jika menggunakan mobil listrik, penghematan negara bisa mencapai 26 juta barel yang sepadan 4-5 miliar dolar AS.
"Kalau kita menggunakan mobil eV itu akan menghemat hampir 26 juta barel, itu ekuivalen hampir USD 4-5 miliar per tahun," kata Toto.
Selain itu pendapatan negara juga bisa meningkat. Dia menghitung, dengan investasi mencapai 10 miliar dolar AS, akan memberikan ribuan triliun bagi negara dalam hitungan 30 tahun.
"Otomatis kenaikan PDB secara keseluruhan itu hampir Rp3.000 triliun dalam 30 tahun operasi. Dan ini bukan angka abal-abal, diverifikasi oleh lembaga independen Universitas Indonesia," tegas Toto.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyadari masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi dari aturan kebijakan hilirisasi.
Dirinya memaklumi jika ada kekurangan karena kebijakan hilirisasi di Indonesia baru dimulai belum lama ini. Ibarat bayi katanya, jatuh bangun jadi hal biasa. Namun ia menegaskan kebijakan hilirisasi tak boleh disetop.
Baca juga: Bahlil Akui Kebijakan Hilirisasi Perlu Dibenahi, Tapi Tak Boleh Disetop
“Masih ada kekurangan dalam hilirisasi, setuju. Ini baru berapa tahun kok kita bangun, baru 4-5 tahun dalam rangka mewujudkan undang-undang. Yang namanya kita kayak bayi baru 5 tahun, jatuh bangun itu biasa lah," kata Bahlil.