Temuan Dana Kampanye Dari Pertambangan Ilegal Jumlahnya Triliunan Rupiah
Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Pemilihan Presiden (Pilpres) diwarnai dengan aksi kotor kalangan tertentu.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Pemilihan Presiden (Pilpres) diwarnai dengan aksi kotor kalangan tertentu.
Mereka diduga mendanai kampanye calon-calon tertentu dengan uang dari pertambangan ilegal (illegal mining).
Hal ini diungkapkan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana.
Baca juga: Empat Partai Politik Baru Peserta Pemilu 2024 Tak Bisa Sumbang Dana Kampanye Pilpres
Ivan mengungkap ada temuan indikasi dana kampanye berasal dari illegal mining atau tambang ilegal.
"Kita kan pernah sampaikan indikasi dari illegal mining," ungkap dia saat menjawab pertanyaan awak media mengenai sumber dana kampanye yang ditemukan PPATK, Kamis (14/12/2023).
Lebih lanjut, Ivan membeberkan kronologi temuan indikasi dana kampanye berasal dari tambang ilegal.
Hal ini bermula saat PPATK menemukan rekening khusus dana kampanye (RKDK) tak bertambah maupun berkurang.
Padahal, RKDK digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan kampanye.
Menurut Ivan, aktivitas pembiayaan kampanye justru terlihat dari rekening-rekening lain.
“Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu darimana kalau RKDK tidak bergerak? Kita melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye,” sambungnya.
PPATK mencatat, sepanjang periode 2016 sampai 2021, lembaga itu telah membuat 297 hasil analisis yang melibatkan 1.315 entitas. Mereka diduga melakukan tindak pidana dengan nilai mencapai Rp38 triliun.
Baca juga: Pengamat Sebut Pelaporan Dana Kampanye Jadi Isu Marjinal di Pemilu Sebab Tak Punya Substansi di UU
PPATK juga membuat 11 hasil pemeriksaan yang melibatkan 24 entitas dengan nilai potensi transaksi yang berkaitan dengan tindak pidana mencapai Rp221 triliun.
"Yang bergerak ini justru di pihak-pihak lainnya," terang Ivan.
Transaksi janggal di pihak-pihak lain itu disebut Ivan mencapai lebih dari 100 persen.