Temuan Dana Kampanye Dari Pertambangan Ilegal Jumlahnya Triliunan Rupiah
Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Pemilihan Presiden (Pilpres) diwarnai dengan aksi kotor kalangan tertentu.
Editor: Hendra Gunawan
"Cost-nya sekitar Rp40 miliar. Ada yang (mengeluarkan biaya) Rp20 miliar enggak jadi. Ada yang Rp25 miliar enggak jadi," beber dia.
Perputaran Uang Saat Kampanye
Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan perputaran uang di tahun politik akan mencapai Rp100 triliun.
Perputaran uang itu berasal dari belanja makanan, minuman, akomodasi, hotel, transportasi, hingga logistik.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, perputaran uang tersebut akan terjadi sangat luar biasa besar dalam kurun waktu yang sangat cepat.
"Perputaran uang ini menjadi sinyal positif bagi ekonomi," ujar Tauhid dalam Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024 di Jakarta belum lama ini.
Tauhid menjelaskan, salah satu perputaran uang yang terjadi di tahun politik berasal dari belanja pemerintah untuk Pemilu 2024 yang mencapai sekitar Rp50 triliun hingga Rp60 triliun.
Isu Marginal
Pengamat politik sekaligus Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow melihat ada satu isu kepemiluan yang dirasa kurang terlalu disorot.
Bahkan, dibanding yang lain, isu yang satu ini bahkan disebut Jeirry sebagai isu marjinal di kalangan masyarakat umum.
Adapun isu tersebut adalah tentang dana kampanye.
"Ini isu marjinal di pemilu. Apalagi di masyarakat, biasanya ini fokus di pegiat anti korupsi," kata Jeirry dalam paparannya di diskusi The Indonesian Forum Seri 98 yang diselenggarakan oleh The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) beberapa waktu lalu.
Tidak tanpa alasan kenapa isu kepemiluan ini dirasa begitu terpinggirkan. Hal ini tak lepas dari aturan pelaporan dana kampanye dalam Undang-Undang (UU) Pemilu yang tak punya substansi.
"Pelaporan dana kampanye dalam UU Pemilu hanya dibuat ada saja. Tapi substansi, apa pentingnya dan apa kaitannya dengan parpol (partai politik) dan kemudian ketika mereka memerintah, itu enggak ada," tuturnya. (Tribunnews.com/KompasTV)