Menkeu Amerika Ungkap Bahaya AI di Masa Depan, Bisa Picu Krisis Stabilitas Keuangan
Kesalahan dan bias menjadi lebih sulit untuk diidentifikasi dan diperbaiki seiring dengan meningkatnya kompleksitas pendekatan AI.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen memperingatkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) berpotensi menimbulkan risiko terhadap sistem keuangan.
"Tahun ini, dewan secara khusus mengidentifikasi penggunaan kecerdasan buatan dalam layanan keuangan sebagai sebuah kerentanan dalam sistem keuangan," ujarnya Yellen dalam pertemuan Dewan Pengawasan Stabilitas Keuangan (FSOC).
Kemunculan teknologi AI belakangan dipandang sebagai salah satu potensi sumber daya masa depan yang memberikan efek paling besar seperti mengoptimalkan alur kerja bisnis, mengotomatisasi tugas-tugas rutin seperti pengolahan data, analisis data, dan monitoring sistem, serta menerapkan bias diskriminatif dalam pemberian pinjaman.
Baca juga: Manfaat Teknologi AI untuk Transformasi Penanganan Endometriosis dan Perbaiki Kualitas Reproduksi
Namun menurut Yellen dalam kehidupan manusia teknologi AI berpotensi menyebabkan sejumlah risiko negatif bagi lembaga keuangan diantaranya risiko keamanan data, perlindungan konsumen, dan privasi yang ditimbulkan oleh perusahaan keuangan yang memaki AI.
Senada dengan Yellen, ketua SEC Gary Gensler dan Michael Barr dari The Fed juga menyerukan kalimat serupa. Dalam pertemuan FSOC keduanya kompak menolak penggunaan teknologi AI dalam sektor perbankan. Ini karena AI dapat memicu terjadinya perhitungan keuangan yang bias atau tidak akurat.
Selain itu kehadiran AI dapat memicu risiko siber yang semakin, tidak hanya cyber threat, tetapi juga cyber crime yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan.
"Kesalahan dan bias menjadi lebih sulit untuk diidentifikasi dan diperbaiki seiring dengan meningkatnya kompleksitas pendekatan AI yang menggarisbawahi perlunya kewaspadaan dari pengembang teknologi, perusahaan sektor keuangan yang menggunakannya dan regulator yang mengawasi perusahaan-perusahaan tersebut,” ujar FSOC.
Komentar serupa juga dilontarkan ekonom David Autor yang sempat melakukan studi terkait adopsi AI, David menjelaskan bahwa 60 persen pekerja akan menghadapi badai PHK secara besar – besaran di masa depan
Meskipun tidak semua divisi dapat digantikan dengan teknologi AI, namun dengan menyematkan teknologi model AI pada sistem Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF) pekerjaan tertentu dengan mudah dapat diotomatisasi oleh teknologi AI. Alhasil jutaan pekerjaan warga dunia di masa yang akan datang berpotensi digantikan kecanggihan AI.
Untuk mencegah terjadinya dampak negatif dari kemunculan AI, Presiden AS Joe Biden pada bulan Oktober lalu resmi mengeluarkan perintah eksekutif agar perusahaan AI membagikan hasil uji keselamatan kepada pemerintah federal, dengan tujuan untuk melindungi privasi konsumen,.